Pada tahun 2015 lalu, Yuli Yanika (26) atau biasa disapa Uye ini mendirikan Sanggar Rumah Ceria Medan yakni sebuah wadah untuk berkumpulnya anak-anak agar mendapatkan pendidikan layak. Sebagian adalah anak berkebutuhan khusus. Hal itu dilakukan Uye karena prihatin melihat kondisi mereka yang tak dapat pendidikan disertai kesulitan ekonomi.
SelengkapnyaPada tahun 2015 lalu, Yuli Yanika (26) atau biasa disapa Uye ini mendirikan Sanggar Rumah Ceria Medan yakni sebuah wadah untuk berkumpulnya anak-anak agar mendapatkan pendidikan layak. Sebagian adalah anak berkebutuhan khusus. Hal itu dilakukan Uye karena prihatin melihat kondisi mereka yang tak dapat pendidikan disertai kesulitan ekonomi.
Selain itu, Uye juga merupakan salah satu relawan dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) Sumatera Utara (Sumut). Ia pernah menjadi supir ambulans dalam mengevakuasi korban jatuhnya pesawat Hercules C-130 di Medan pada tahun 2015. Uye juga kerap turun ke daerah yang terkena bencana alam seperti gempa bumi di Pidie Jaya, Aceh.
"Senang melakukan ini semua, apalagi ini juga bagian dari ibadah. Selama saya masih terus diberi kesehatan, gak akan pernah berhenti dalam aksi-aksi kemanusiaan yang bersifat positif dan bisa membantu orang banyak," ungkap wanita kelahiran Tanah Karo ini.
Usia boleh tua, tapi semangat tak boleh kalah dengan naka muda. Begitulah sosok Basir (67) yang sehari-hari berjualan roti. Tak tanggung-tanggung, Basir sudah berjualan roti sejak tahun 1960 an. Pria asli Pariaman, Sumatera Barat ini menggunakan sepeda untuk berjualan keliling Kota Medan.
SelengkapnyaUsia boleh tua, tapi semangat tak boleh kalah dengan naka muda. Begitulah sosok Basir (67) yang sehari-hari berjualan roti. Tak tanggung-tanggung, Basir sudah berjualan roti sejak tahun 1960 an. Pria asli Pariaman, Sumatera Barat ini menggunakan sepeda untuk berjualan keliling Kota Medan.
"Ya beginilah nak cara saya mencari uang, mengayuh sepeda sambil berjualan roti. Dulu pertama kali merantau ke Medan ini pekerjaan pertama saya. Mulai dari lajang sampai punya cucu saya masih setia berjualan roti," ungkap pria yang kerap menggunakan topi ini.
Basir mulai berjualan dari pagi hingga malam hari. Jarak belasan kilometer biasa ditempuh Basir agar dagangannya laku. Warga jalan Bromo, Kecamatan Medan Denai ini kerap berjualan di sekitar SMK Negeri 10 Medan, dan kantor Dinas Pendidikan Kota Medan yang berada dijalan Teuku Cik Ditiro.
Muhammad Fauzi Lubis (32) atau biasa dipanggil Ozi sangat aktif di kegiatan sosial. Sejak tahun 2005 pria yang pernah bekerja di Pusat Kajian Perlindungan Anak sudah aktif menjadi relawan. Ada kepuasaan tersendiri baginya jika mampu meringankan beban orang-orang yang dalam kesulitan. Ozi pernah terlibat dalam aksi penggalangan dana bagi pengungsi gunung Sinabung, lalu memberikan pelatihan kepada anak-anak pinggiran Sungai Deli, Medan.
SelengkapnyaMuhammad Fauzi Lubis (32) atau biasa dipanggil Ozi sangat aktif di kegiatan sosial. Sejak tahun 2005 pria yang pernah bekerja di Pusat Kajian Perlindungan Anak sudah aktif menjadi relawan. Ada kepuasaan tersendiri baginya jika mampu meringankan beban orang-orang yang dalam kesulitan. Ozi pernah terlibat dalam aksi penggalangan dana bagi pengungsi gunung Sinabung, lalu memberikan pelatihan kepada anak-anak pinggiran Sungai Deli, Medan.
"Jujur saja, jika menyumbang lewat uang aku angkat tangan. Tapi, lewat kesenian setidaknya aku bisa membantu relawan lain seperti dalam menggalang dana untuk para korban bencana alam," ungkap Ozi.
Bermain musik sambil menggalang dana kerap dilakukan Ozi. Baru-baru ini bersama komunitas Kenduri Kopi, Ozi membuat pustaka keliling bagi anak-anak Sungai Deli. Ozi juga menjadi seorang pendamping bagi salah seorang anak dengan mengidap penyakit kulit dari keluarga yang kurang beruntung.
Menjadi pemain basket profesional sejak tahun 1995 telah digeluti Hidayat Natasasmita (40). Beberapa klub basket nasional pernah dibelanya. Pada 15 Januari lalu, ia mendirikan Akademi Basket Medan sekaligus berperan sebagai pelatih.
SelengkapnyaMenjadi pemain basket profesional sejak tahun 1995 telah digeluti Hidayat Natasasmita (40). Beberapa klub basket nasional pernah dibelanya. Pada 15 Januari lalu, ia mendirikan Akademi Basket Medan sekaligus berperan sebagai pelatih.
"Memang ini cita-cita saya dulu selagi masih menjadi pemain. Saya ingin membuat wadah anak-anak muda yang mau berprestasi lewat basket bisa menyalurkan bakat mereka," ucap pria asal Bogor ini.
Selama menjadi pelatih, Hidayat pernah membawa Tim Basket Putri Sumatera Utara ke babak delapan besar diajang PON XIX Jawa barat 2016 lalu. Kini, Hidayat lebih memilih fokus melatih pada pembinaan usia dini dan ingin memajukan olahraga basket Kota Medan. "Lewat akademi basket ini, saya ingin melahirkan pemain-pemain yang bisa bermain di level nasional," pungkasnya.
Jolin Angelia (8) sudah menekuni olahraga bulutangkis sejak usia 6 tahun. Gadis cilik ini menjalani latihan rutin di Gelanggang Olahraga Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (GOR PBSI) wilayah Kota Medan. Mulai dari latihan teknik, kecepatan, hingga fisik menjadi menu santapan Jolin sehabis pulang sekolah.
SelengkapnyaJolin Angelia (8) sudah menekuni olahraga bulutangkis sejak usia 6 tahun. Gadis cilik ini menjalani latihan rutin di Gelanggang Olahraga Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (GOR PBSI) wilayah Kota Medan. Mulai dari latihan teknik, kecepatan, hingga fisik menjadi menu santapan Jolin sehabis pulang sekolah.
"Dalam seminggu enam kali latihan. Senang aja kalau sudah latihan bulutangkis. Apalagi saya punya cita-cita banggain orang tua dan pastinya negara dengan cara menyumbang prestasi lewat bermain bulutangkis," ungkap gadis cilik ini.
Meski jadwal latihan sangat padat, Jolin tetap fokus pada dunia pendidikan. Siswi kelas 3 sekolah dasar di Sutomo 1 Medan ini mengaku jika bermain bulutangkis membuatnya memiliki jasmani yang sehat.
David Sidabutar (23) lebih memilih menjadi nahkoda kapal wisata di Danau Toba, Sumatera Utara. Warga Parapat, Simalungun, Sumatera Utara ini sejak 2011 mulai menggeluti pekerjaan sebagai nahkoda. Mulai dari anak buah kapal (ABK) pernah dirasakan pemuda asli Parapat ini.
SelengkapnyaDavid Sidabutar (23) lebih memilih menjadi nahkoda kapal wisata di Danau Toba, Sumatera Utara. Warga Parapat, Simalungun, Sumatera Utara ini sejak 2011 mulai menggeluti pekerjaan sebagai nahkoda. Mulai dari anak buah kapal (ABK) pernah dirasakan pemuda asli Parapat ini.
"Memang gak setiap hari ada saja penumpang kapal wisata ini. Dalam seminggu pasti ada yang sewa kapal ini buat keliling Danau Toba. Dari Tomok, Batu Gantung, hingga Tuk-Tuk menjadi rute saya membawa para wisatawan," ungkapnya.
Salah satu alasan David menjadi nahkoda kapal wisata karena ingin memperkenalkan Danau Toba kepada dunia jika ini merupakan wisata unggulan yang ada di Sumatera Utara.
Menyukai musik hip-hop sejak masih umur 10 tahun membuat Muhammad Akbar Hasyim Lubis (22) terdorong untuk menciptakan sebuah karya. Hasilnya, sudah 70 lagu hip-hop yang berhasil di ciptakan Akbar. Tak hanya itu, prestasi yang membanggakan berhasil diukir Akbar pada tahun 2013 dengan membuat sebuah karya video klip di tiga negara berbeda yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.
SelengkapnyaMenyukai musik hip-hop sejak masih umur 10 tahun membuat Muhammad Akbar Hasyim Lubis (22) terdorong untuk menciptakan sebuah karya. Hasilnya, sudah 70 lagu hip-hop yang berhasil di ciptakan Akbar. Tak hanya itu, prestasi yang membanggakan berhasil diukir Akbar pada tahun 2013 dengan membuat sebuah karya video klip di tiga negara berbeda yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura.
"Iya itu merupakan sebuah prestasi yang paling berkesan bagi saya. Bisa dikatakan hanya saya yang berhasil membuat video klip di tiga negara saat itu bahkan satu-satunya rapper di Medan," ungkapnya.
Kini, Akbar mendirikan sebuah studio rekaman yang berguna untuk menjadi sarana para rapper di Medan bisa menyalurkan bakat dan menciptakan karya-karya lagu.
Berjalan puluhan kilometer ditempuh Sarmin (72) setiap hari agar bisa menghidupi keluarga dengan cara berjualan. Warga jalan Pimpinan, Kecamatan Medan Perjuangan berjualan es krim sejak tahun 1970 dengan menggunakan gerobak.
SelengkapnyaBerjalan puluhan kilometer ditempuh Sarmin (72) setiap hari agar bisa menghidupi keluarga dengan cara berjualan. Warga jalan Pimpinan, Kecamatan Medan Perjuangan berjualan es krim sejak tahun 1970 dengan menggunakan gerobak.
"Dari dulu cuma ini mata pencaharian saya. Alhamdulillah masih sehat dan kuat untuk berjualan biar bisa nafkahi keluarga," ujar kakek yang kerap memakai caping ini.
Sarmin tak setiap hari berjualan es krim. Saat hari Jum'at ia lebih memilih libur daripada keliling mendorong gerobak tua miliknya. Meski sudah tua, Sarmin masih rajin berjualan. Menganggur hanya membuat ia mengalami sakit-sakitan karena tak melakukan aktifitas apapun.
Sylvi Dhea Angesti (19) baru saja terpilih sebagai Miss Internet Sumatera Utara (Sumut) tahun 2017. Saat ini, Dhea merupakan salah seorang mahasiswi di Universitas Sumatera Utara jurusan Ilmu Komunikasi. Ia juga aktif dalam dunia seni teater dan tergabung bersama Teater Temuga.
SelengkapnyaSylvi Dhea Angesti (19) baru saja terpilih sebagai Miss Internet Sumatera Utara (Sumut) tahun 2017. Saat ini, Dhea merupakan salah seorang mahasiswi di Universitas Sumatera Utara jurusan Ilmu Komunikasi. Ia juga aktif dalam dunia seni teater dan tergabung bersama Teater Temuga.
"Saat ini miss internet Sumut masih akan mempersiapkan segala keperluan untuk final nanti bang. Jadi, belum ada tugas spesifik untuk miss internet Sumut," ungkapnya.
"Kedepannya, saya bersama dua finalis lain akan mewakili Sumut. Saya ingin berikan yang terbaik bagi asal daerah saya di final nanti. Tentu bukan hal yang mudah, apalagi saya akan bersaing dengan finalis lainnya untuk membawa asal daerah masing-masing," tutupnya.
Sebagai kepala keluarga RF Gultom (52) memiliki tanggung jawab untuk menafkahi anak dan istrinya. Ia pun tak menyerah di tengah sulitnya mencari nafkah. Sehari-ia hari berjualan poster dengan cara berjalan kaki belasan kilometer.
SelengkapnyaSebagai kepala keluarga RF Gultom (52) memiliki tanggung jawab untuk menafkahi anak dan istrinya. Ia pun tak menyerah di tengah sulitnya mencari nafkah. Sehari-ia hari berjualan poster dengan cara berjalan kaki belasan kilometer.
"Semua demi keluarga, apapun dilakukan asal positif. Tak peduli panas terik asalkan anak bisa makan dan sekolah saya kerjakan apa saja," ujar pria asal Pulau Samosir ini.
Gultom dulunya seorang pembawa becak motor. Namun, karena hasil yang diperoleh tak cukup ia pindah haluan menjadi pedagang poster. Kawasan Padang Bulan, Pajak Melati, Helvetia, hingga Belawan menjadi rute yang wajib dilalui Gultom untuk mengais rezeki. Apa yang dilakukan Gultom tak melulu meraih hasil untung, bahkan ia kerap pulang ke rumah dengan tangan hampa. Meski begitu, Gultom tetap semangat berjualan poster yang bertema keagamaan.
Punya keterbatasan fisik bukan berarti tak bisa berkarya. Ahmad Prayoga (18) warga Desa Sambirejo Timur, Deli Serdang ini harus mengalami kejadian buruk yang berakibat hilangnya kedua kaki dan tangan. Musibah yang menimpa dirinya berawal saat bekerja sampingan sebagai tukang las. Saat Yoga masih duduk di kelas 2 SMK, ia harus kehilangan kaki dan tangannya akibat tersengat aliran listrik tegangan tinggi saat sedang bekerja.
SelengkapnyaPunya keterbatasan fisik bukan berarti tak bisa berkarya. Ahmad Prayoga (18) warga Desa Sambirejo Timur, Deli Serdang ini harus mengalami kejadian buruk yang berakibat hilangnya kedua kaki dan tangan. Musibah yang menimpa dirinya berawal saat bekerja sampingan sebagai tukang las. Saat Yoga masih duduk di kelas 2 SMK, ia harus kehilangan kaki dan tangannya akibat tersengat aliran listrik tegangan tinggi saat sedang bekerja.
Setelah kejadian itu, Yoga sempat mengalami depresi. Namun, ia mencoba bangkit dari keterpurukan dengan mencoba melakukan beberapa aktifitas. Kini, Yoga sedang belajar dan menekuni seni lukis menggunakan mulut sejak 10 bulan yang lalu. Kegiatan melukis membuat hidup Yoga sedikit berwarna.
"Kalau saya terus pasrah dengan kondisi seperti begini, keadaan tidak akan pernah berubah. Makanya saya mulai bangkit melakukan aktifitas dengan semampu saya sendiri. Gamau menyusahkan keluarga dan orang lain," tutur Yoga dengan mata berbinar.
Aktif dalam segala kegiatan sosial sejak tahun 2009, Badriyah (39) terdorong untuk mendirikan sebuah wadah bagi masyarakat marjinal. Lalu, pada 2013 ia mendirikan Yayasan Fajar Sejahtera Indonesia (YAFSI) yang fokus pada kegiatan sosial kemanusiaan dan keagamaan. Babay memilih anak-anak yang luput dari perhatian keluarga untuk diberikan wadah bermain dan belajar.
SelengkapnyaAktif dalam segala kegiatan sosial sejak tahun 2009, Badriyah (39) terdorong untuk mendirikan sebuah wadah bagi masyarakat marjinal. Lalu, pada 2013 ia mendirikan Yayasan Fajar Sejahtera Indonesia (YAFSI) yang fokus pada kegiatan sosial kemanusiaan dan keagamaan. Babay memilih anak-anak yang luput dari perhatian keluarga untuk diberikan wadah bermain dan belajar.
"Sejak kecil saya sudah diajarkan oleh orang tua untuk berbagi. Kebiasaan yang aktif dalam kegiatan sosial mendorong saya untuk melakukan sebuah gerakan kecil tapi bermanfaat bagi orang-orang. Jadi saya mendirikan yayasan ini bukan bersifat panti karena lebih memilih dalam pengasuhan berbabis keluarga," ungkap Babay.
Segala cara dilakukan Ali Nasution (75) untuk bertahan hidup. Ia menjadi tukang tambal ban selama 13 tahun. Agar tak membebani anaknya, Ali dan istrinya membuka jasa lewat tambal ban. Tak banyak yang ia dapat, namun dari usaha ini Ali bisa menghidupi istrinya yang selalu setia menemani Ali.
SelengkapnyaSegala cara dilakukan Ali Nasution (75) untuk bertahan hidup. Ia menjadi tukang tambal ban selama 13 tahun. Agar tak membebani anaknya, Ali dan istrinya membuka jasa lewat tambal ban. Tak banyak yang ia dapat, namun dari usaha ini Ali bisa menghidupi istrinya yang selalu setia menemani Ali.
"Dulu saya sopir, tapi karena sudah tua jadi berhenti dan memilih pekerjaan ini supaya bisa bertahan hidup. Kalau mau minta sama anak malu, lebih baik begini meski sedikit tapi hasil dari keringat sendiri," ujar Ali.
"Pindah sana sini sudah biasa, maklum orang kecil tak punya rumah. Asalkan di beri kesehatan, saya tetap terus bersyukur," katanya.
Sejak aktif di komunitas pecinta alam Sangkala tahun 2014, Muhammad Hardinas (22) beberapa kali terlibat dalam aksi kemanusiaan sebagai relawan. Seperti relawan korban banjir di Langkat, dan di Sibolangit Sumatera Utara.
SelengkapnyaSejak aktif di komunitas pecinta alam Sangkala tahun 2014, Muhammad Hardinas (22) beberapa kali terlibat dalam aksi kemanusiaan sebagai relawan. Seperti relawan korban banjir di Langkat, dan di Sibolangit Sumatera Utara.
"Selama gabung di Sangkala, kami di-setting untuk menjadi orang yang mampu memberikan dan mengabdi kepada masyarakat lewat tindakan-tindakan sosial. Baru-baru ini kami juga berhasil mengevakuasi para pendaki asal Malaysia yang mengalami cedera saat di Gunung Leuser, Aceh. Ada kepuasan tersendiri apabila mampu menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan. Semua saya lakuin dengan ikhlas," ungkapnya.
Rendy Prayogi (23) warga jalan Ayahanda, Kota Medan mulai menggeluti membuat celengan dari ampas teh sejak tahun 2012. Kini usahanya sudah berhasil dan terus dikembangkan dengan berbagai variasi.
SelengkapnyaRendy Prayogi (23) warga jalan Ayahanda, Kota Medan mulai menggeluti membuat celengan dari ampas teh sejak tahun 2012. Kini usahanya sudah berhasil dan terus dikembangkan dengan berbagai variasi.
"Saat ini saya lebih fokus buat motif tentang budaya lokal khas Sumatera Utara. Saya mau jadikan celengan dari ampas bubuk teh ini sebagai hasil karya yang mengangkat nilai-nilai budaya lokal seperti corak Melayu, dan Gorga khas Batak," ungkapnya.
Produk celengan dari limbah teh ini sudah dipasarkan di beberapa kota Indonesia seperti Banjarmasin, Lombok, Ternate, Ambon hingga negara eropa yakni, Inggris, Prancis dan Jerman.
Muda, cerdas dan sederhana. Begitulah sosok Suci Chasara Nasution (19). Ia menjadi duta mahasiswa putri provinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun 2016. Ia juga salah satu mahasiswi peraih beasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
SelengkapnyaMuda, cerdas dan sederhana. Begitulah sosok Suci Chasara Nasution (19). Ia menjadi duta mahasiswa putri provinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun 2016. Ia juga salah satu mahasiswi peraih beasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
"Saya memiliki tugas baru, yakni datang ke sekolah-sekolah untuk menyampaikan pentingnya pendidikan. Saya juga menyampaikan pesan agar para remaja di Sumut terhindar dari pernikahan dini, seks sebelum nikah, dan narkoba. Memotivasi adik-adik menjadi generasi emas yang kuat akan intelektual matang dalam hal perencanaan, dan selalu berfikir melakukan kegiatan yang positif," kata wanita yang bercita-cita menjadi Polwan ini.
Gabriella Sophianti Fairyo (21) adalah mahasiswi berprestasi. Ia menjadi salah satu wakil Jayapura dalam program Pertukaran Mahasiswa Nusantara (Permata)di Medan. Wanita yang biasa disapa Gebby ini merupakan mahasiswi dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Muhammadiyah (Stikom) Jayapura.
SelengkapnyaGabriella Sophianti Fairyo (21) adalah mahasiswi berprestasi. Ia menjadi salah satu wakil Jayapura dalam program Pertukaran Mahasiswa Nusantara (Permata)di Medan. Wanita yang biasa disapa Gebby ini merupakan mahasiswi dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Muhammadiyah (Stikom) Jayapura.
"Ini pertama kali saya berada di Indonesia bagian barat. Demi mendapat program beasiswa ini tidak mudah, saya harus bersaing dengan mahasiswi lainnya yang juga berasal dari Jayapura. Sudah hampir lima bulan saya di sini, tentu banyak hal-hal baru yang selama hidup di Kota Medan. Apalagi soal kuliner, berbeda jauh dengan di Jayapura," ucap wanita asli kelahiran Papua ini.
Kesehariannya Gebby menjadi guru bahasa Inggris di Jayapura. Mahasiswi semester lima ini juga menambahkan, jika ia ingin ambil bagian dalam memajukan pendidikan di bumi cendrawasih, terutama wilayah yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota.
Ani br Bangun (47) memilih memanfaatkan lingkungan sekitar untuk menambah penghasilan dengan cara bercocok tanam. Sudah 15 tahun ia menjadi petani bunga. Banyak jenis bunga yang ada di ladang miliknya, salah satunya jenis tekwa. Tak butuh waktu lama untuk menunggu hasil panen, hanya 4 bulan bunga-bunga tersebut mekar dan sudah bisa bisa dijual. Kebunnya yang berada di tak jauh dari gunung Sinabung terkadang memaksa Ani gagal panen.
SelengkapnyaAni br Bangun (47) memilih memanfaatkan lingkungan sekitar untuk menambah penghasilan dengan cara bercocok tanam. Sudah 15 tahun ia menjadi petani bunga. Banyak jenis bunga yang ada di ladang miliknya, salah satunya jenis tekwa. Tak butuh waktu lama untuk menunggu hasil panen, hanya 4 bulan bunga-bunga tersebut mekar dan sudah bisa bisa dijual. Kebunnya yang berada di tak jauh dari gunung Sinabung terkadang memaksa Ani gagal panen.
"Kalau aku dari dulu sudah bercocok tanam, apalagi tinggal di dataran tinggi kayak gini, ya rata-rata jadi petani. Hasilnya cukup buat anak sekolah, namun tanaman bunga ini sering gagal panen ketika gunung Sinabung mengalami erupsi," ujarnya.
Ani tak sendirian merawat kebunnya. Anak-anaknya sering membantu Ani saat mulai awal ditanam dan ketika waktu panen. Selain tanaman bunga, Ani juga memiliki kebun yang dipenuhi kopi di daerah Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Helmina br Tambunan (23) adalah sosok kreatif. Ia membuat lampion benang, kerajinan tangan yang punya nilai ekonomis tinggi. Memilih usaha lampion benang sudah dijalani Helmi sejak pertengahan 2014. Awalnya, Helmi sempat mengalami kegagalan dalam membuat lampion benang bahkan butuh waktu hingga 3 bulan untuk menghasilkan lampion benang yang berkualitas.
SelengkapnyaHelmina br Tambunan (23) adalah sosok kreatif. Ia membuat lampion benang, kerajinan tangan yang punya nilai ekonomis tinggi. Memilih usaha lampion benang sudah dijalani Helmi sejak pertengahan 2014. Awalnya, Helmi sempat mengalami kegagalan dalam membuat lampion benang bahkan butuh waktu hingga 3 bulan untuk menghasilkan lampion benang yang berkualitas.
Hasil lampion benang produksi Helmi dibandrol dengan harga Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. "Semua karya ini aku buat sendiri dan dengan alat-alat sederhana. Dalam tiga hari aku bisa produksi hingga delapan lampion benang. Tapi kalau lagi musim hujan begini agak berkurang, karena lampion benang ini butuh sinar matahari agar kualitasnya tetap terjaga," ujar Helmi.
Hidup jauh dari orang tua, membuat Yussuf (13) dan Ayub (10) harus merasakan kerasnya mencari uang agar bisa sekolah. Kedua bocah kakak beradik ini berjualan makanan khas asal Sumatera Barat yakni Sala Bulek (Bulat). Setiap hari Yussuf dan Ayub berjualan di sekitaran wilayah jalan Jermal, Medan Denai.
SelengkapnyaHidup jauh dari orang tua, membuat Yussuf (13) dan Ayub (10) harus merasakan kerasnya mencari uang agar bisa sekolah. Kedua bocah kakak beradik ini berjualan makanan khas asal Sumatera Barat yakni Sala Bulek (Bulat). Setiap hari Yussuf dan Ayub berjualan di sekitaran wilayah jalan Jermal, Medan Denai.
Yusuf dan Ayub tak pernah malu menjajakan dagangannya. Berjualan sepulang sekolah hingga pukul 17.00. "Mamak dan Bapak kerja di Malaysia, jadi kami tinggal sama nenek. Aku bawa adik jualan biar dia tahu jika cari uang gak mudah. Sekalian jaga dia daripada di rumah gak punya kawan jadi ku ajak jualan. Uang hasil dari jualan sebagian di tabung dan untuk biaya sekolah," ucap Yusuf.
Semakin banyaknya penikmat kuliner di Kota Medan mendorong M Adnan Awwab Nasution (30) untuk membuka bisnis. Pria yang biasa disapa Anan ini memilih kebab, makanan khas Timur Tengah, sebagai bisnis kulinernya. Anan baru memulai usaha kulinernya dari Januari 2015 dengan nama Gerobak Kebab Abah Abu di jalan Karya Wisata No 28, Medan Johor. Anan membuka usaha kulinernya ini dimulai pukul 3 sore hingga 11 malam.
SelengkapnyaSemakin banyaknya penikmat kuliner di Kota Medan mendorong M Adnan Awwab Nasution (30) untuk membuka bisnis. Pria yang biasa disapa Anan ini memilih kebab, makanan khas Timur Tengah, sebagai bisnis kulinernya. Anan baru memulai usaha kulinernya dari Januari 2015 dengan nama Gerobak Kebab Abah Abu di jalan Karya Wisata No 28, Medan Johor. Anan membuka usaha kulinernya ini dimulai pukul 3 sore hingga 11 malam.
"Kota Medan ini masyarakatnya paling suka dengan kuliner. Jadi saya lihat kalau ada peluang dengan cara berbisnis kuliner dan memilih makanan dari Timur Tengah. Alhamdulillah, sampai saat ini peminat kebab hasil buatan saya sendiri lumayan banyak. Tapi namanya juga usaha pasti ada saja kendala. Saya ingin membuat kebab ini bisa dinikmati semua kalangan," ujar Anan.
Tergabung dengan komunitas pecinta kucing atau biasa disebut Cat Lover (CLover) Medan, Nurul Permata Sari (20) aktif dalam kegiatan seperti gathering, cat fun, vaksin, hingga rescue (menyelamatkan kucing).
SelengkapnyaTergabung dengan komunitas pecinta kucing atau biasa disebut Cat Lover (CLover) Medan, Nurul Permata Sari (20) aktif dalam kegiatan seperti gathering, cat fun, vaksin, hingga rescue (menyelamatkan kucing).
"Jadi kami bentuk komunitas CLover dari 14 Juli 2016, agar bisa menjalin tali silaturrahim antara sesama pecinta kucing dan menambah pengetahuan seputar permasalahan hewan jinak ini," ucapnya.
Bersama temannya, Nurul juga kerap menyelamatkan kucing-kucing yang terlantar di jalanan. "Paling sering ya kegiatan rescue kucing. Kegiatan ini untuk menolong kucing-kucing jalanan yang membutuhkan pertolongan salah satunya dalam kasus kecelakaan. Saat ini sudah puluhan kucing yang berhasil kami rescue," pungkasnya.
Usia Amirsyah (75) tak muda lagi. Tapi ia enggan bermalas-malasan. Setiap hari ia berjualan buku di pelataran Masjid Lama Gang Bengkok, Kota Medan. Sudah 10 tahun ia menjadi pedagang buku-buku islami. Lantaran menggunakan sepeda, warga jalan Pasar Merah, Kota Medan ini harus menempuh waktu sejam untuk sampai ke Masjid Lama Gang Bengkok.
SelengkapnyaUsia Amirsyah (75) tak muda lagi. Tapi ia enggan bermalas-malasan. Setiap hari ia berjualan buku di pelataran Masjid Lama Gang Bengkok, Kota Medan. Sudah 10 tahun ia menjadi pedagang buku-buku islami. Lantaran menggunakan sepeda, warga jalan Pasar Merah, Kota Medan ini harus menempuh waktu sejam untuk sampai ke Masjid Lama Gang Bengkok.
"Setiap hari saya berjualan di sini. Faktor ekonomi yang membuat saya terus berjualan meski umur tak muda lagi. Tapi Alhamdulillah saya masih diberikan kesehatan dan mampu berjualan buku," ucapnya.
Amir juga mengakui jika berjualan buku agama lebih mendapat ketenangan. Meski jarak dari rumah ke tempatnya berjualan jauh, namun sang istri tetap selalu mendoakan Amir di kala mencari nafkah.
Buyung (54) menjadi perajin cetakan sepatu sebagai satu-satunya sumber mendapatkan penghasilan. Sudah 30 tahun ia menggeluti usaha ini. Kayu jenis Laban menjadi bahan dasar pembuatan cetakan sepatu, mulai dari berbagai ukuran dihasilkan Buyung.
SelengkapnyaBuyung (54) menjadi perajin cetakan sepatu sebagai satu-satunya sumber mendapatkan penghasilan. Sudah 30 tahun ia menggeluti usaha ini. Kayu jenis Laban menjadi bahan dasar pembuatan cetakan sepatu, mulai dari berbagai ukuran dihasilkan Buyung.
"Buat cetakan sepatu ini masih menggunakan alat-alat seadanya, mau beli mesin tapi gak sanggup. Apalagi tidak setiap hari ada orderan, jadi pemasukan ya pas-pasan," ujar pria asal Minang ini.
Buyung bekerja setiap hari dari pagi hingga sore. Hasil dari kerajinan tangannya kadang dipasarkan ke Pekanbaru dan Padang. Menggunakan alat-alat tradisional dalam pembuatan cetakan sepatu, menjadi daya tarik sendiri bagi peminat dengan hasil kerajinan tangan Buyung ini.
Saidina Umar Nasution (32) melanjutkan tongkat estafet dari orang tuanya untuk menjalankan usaha buah salak. Jatuh bangun menjadi penjual salak sudah dilakukan Umar. Dan kini ia merasakan buah manis dari kerja kerasnya. Saat ini pendapatan Umar mencapai Rp 500 ribu perhari. Para pembelinya ada yang berasal dari Malaysia, Singapura, Thailand, Jerman hingga Hungaria.
SelengkapnyaSaidina Umar Nasution (32) melanjutkan tongkat estafet dari orang tuanya untuk menjalankan usaha buah salak. Jatuh bangun menjadi penjual salak sudah dilakukan Umar. Dan kini ia merasakan buah manis dari kerja kerasnya. Saat ini pendapatan Umar mencapai Rp 500 ribu perhari. Para pembelinya ada yang berasal dari Malaysia, Singapura, Thailand, Jerman hingga Hungaria.
"Dulu yang jualan orang tua, dan sudah 35 tahun usaha salak ini berdiri. Memiliki rasa yang berbeda dengan salak lainnya menjadikan dagangan saya ini selalu diminati pembeli. Kunci sukses bertahannya usaha salak Sigumuru ini hingga puluhan tahun yakni mampu menjaga kualitas buah salah, dan saya juga menyediakan sistem delivery," ungkapnya.
Menulis menjadi hobi Naomi (21). Sejak masih duduk di bangku SMA ia sudah menulis. Awalnya, ia hanya menulis cerita pendek (cerpen) dan sering mendapat kritik pedas dari teman-temannya. Tapi perempuan asal Desa Sukadamai, Kabupaten Serdang Bedagai ini terus menulis. Ia kini berhasil menerbitkan novel pertamanya berjudul "Sepotong Rasa Untukmu" dengan 100 eksemplar.
SelengkapnyaMenulis menjadi hobi Naomi (21). Sejak masih duduk di bangku SMA ia sudah menulis. Awalnya, ia hanya menulis cerita pendek (cerpen) dan sering mendapat kritik pedas dari teman-temannya. Tapi perempuan asal Desa Sukadamai, Kabupaten Serdang Bedagai ini terus menulis. Ia kini berhasil menerbitkan novel pertamanya berjudul "Sepotong Rasa Untukmu" dengan 100 eksemplar.
"Sempat vakum menulis dulu, karena pernah mendapatkan pandangan negatif dari teman-teman soal genre yang saya tulis tentang romansa. Tetapi karena menulis ini sudah seperti bagian dari jiwa, saya lanjutkan kembali menulis dan hasilnya bisa membahagiakan orang tua. Khusus untuk buku Sepotong Rasa Untukmu memakan waktu hingga lima bulan," ungkap wanita berhijab ini.
Sejak menjadi anggota mahasiswa pecinta alam (Mapala) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) pada tahun 2013, Mada Syahputra Sinuraya (22) aktif dalam konservasi lingkungan. Dalam dua tahun belakangan, pemuda asal Kabanjahe ini lebih fokus pada kegiatan transplantasi terumbu karang di Pulau Salah Namo, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
SelengkapnyaSejak menjadi anggota mahasiswa pecinta alam (Mapala) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) pada tahun 2013, Mada Syahputra Sinuraya (22) aktif dalam konservasi lingkungan. Dalam dua tahun belakangan, pemuda asal Kabanjahe ini lebih fokus pada kegiatan transplantasi terumbu karang di Pulau Salah Namo, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
"Banyak terumbu karang yang sudah rusak di Sumut ini, rata-rata kerusakan itu diakibatkan oleh faktor manusia. Jadi apa yang kami lakukan ini merupakan salah satu upaya untuk merehabilitasi terumbu karang yang semakin terdegradasi. Melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau menciptakan habitat baru," ungkapnya.
Menjadi sutradara film pendek sudah dilakoni Muhammad Abrar (26) sejak tahun 2010. Kini, sudah 10 film indie yang berhasil ia buat mulai dari genre drama, action, hihgga religi.
SelengkapnyaMenjadi sutradara film pendek sudah dilakoni Muhammad Abrar (26) sejak tahun 2010. Kini, sudah 10 film indie yang berhasil ia buat mulai dari genre drama, action, hihgga religi.
Salah satu filmnya berjudul The Perfect Time dan Seribu berhasil mewakili Sumatera Utara dalam ajang jambore film pendek nasional. Karya Abrar itu menjadi salah satu nominasi film pendek fiksi terbaik versi Festival Film Kementerian Pemuda dan Olahraga.
"Dulu perkembangan film indie di Kota Medan sangat jauh dari harapan. Apalagi sumber daya manusia yang fokus memproduksi film pendek bisa dihitung dengan jari, lalu saya punya niat untuk memajukan dunia film pendek di Medan dengan menghasilkan sebuah gebrakan baru dengan karya-karya yang kami ciptakan," ucapnya.
Tengku Moharsyah Nazmi (40) merupakan keturunan Sultan Deli ke 13. Ia juga sebagai salah satu pengurus Istana Maimun. Akhir-akhir ini minat pengunjung wisatawan ke istana terus meningkat. Tak hanya wisatawan lokal saja yang datanng, namun banyak juga pengunjung berasal dari mancanegara.
SelengkapnyaTengku Moharsyah Nazmi (40) merupakan keturunan Sultan Deli ke 13. Ia juga sebagai salah satu pengurus Istana Maimun. Akhir-akhir ini minat pengunjung wisatawan ke istana terus meningkat. Tak hanya wisatawan lokal saja yang datanng, namun banyak juga pengunjung berasal dari mancanegara.
"Istana Maimun ini didirikan pada 26 Agustus tahun 1888, dan menjadikannya sebagai objek wisata di Medan yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Jadi, bangunan ini perlu dijaga karena ini bagian cagar budaya," ucap Tengku Moharsyah Nazmi.
Akhir-akhir ini, Istana Maimun mejadi tempat favorit kalangan pelajar untuk dikunjungi. Ia pun mengapresiasi dengan tingginya minat pelajar dalam mengetahui sejarah-sejarah yang ada di Medan, terutama Istana Maimun.
Menjadi Duta Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah dijalani Fajar A.M Dalimunthe (21) selama dua tahun. Ia banyak terlibat dalam aksi-aksi kampanye anti terorisme dan mencegah penyebaran paham radikalisme terutama pada anak remaja. Mensosialisikan tentang perdamaian juga dilakukannya sebagai duta damai BNPT.
SelengkapnyaMenjadi Duta Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah dijalani Fajar A.M Dalimunthe (21) selama dua tahun. Ia banyak terlibat dalam aksi-aksi kampanye anti terorisme dan mencegah penyebaran paham radikalisme terutama pada anak remaja. Mensosialisikan tentang perdamaian juga dilakukannya sebagai duta damai BNPT.
"Jadi kami tidak hanya menjelaskan apa arti radikalisme pada anak remaja, tapi juga memberikan pemahaman pentingnya perdamaian di Indonesia. Kami juga menghimbau ke masyarakat untuk dapat melaporkan jika mengetahui ada situs-situs di internet yang sifatnya memecah belah persatuan bangsa," tutupnya.
Merintis karir di dunia karate sudah dijalani Tri Winarni (20) sejak masih berumur 10 tahun. Gadis yang biasa disapa Tri ini merupakan salah satu atlet karate wanita terbaik di Sumatera Utara (Sumut). September lalu ia berhasil menyumbangkan emas untuk Sumut dari cabang karate di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat. Ia juga mewakili kampusnya menjadi juara dalam kompetisi karate antar mahasiswa seluruh Asia Tenggara di Jogjakarta, November lalu.
SelengkapnyaMerintis karir di dunia karate sudah dijalani Tri Winarni (20) sejak masih berumur 10 tahun. Gadis yang biasa disapa Tri ini merupakan salah satu atlet karate wanita terbaik di Sumatera Utara (Sumut). September lalu ia berhasil menyumbangkan emas untuk Sumut dari cabang karate di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat. Ia juga mewakili kampusnya menjadi juara dalam kompetisi karate antar mahasiswa seluruh Asia Tenggara di Jogjakarta, November lalu.
"Bangga itu pasti ada ketika berhasil sumbang emas untuk Sumut di PON kemaren. Berada di posisi itu tidak mudah, butuh latihan dan doa. Dulu gak ada niat jadi atlet karate, malah fokus ke badminton. Namun semenjak ayah meninggal dan gak ada yang mengantar latihan saya mulai beralih ke karate," tuturnya.
Kini Tri lebih fokus menjalani latihan rutin untuk menghadapi kompetisi karate selanjutnya. Tri yang merupakan anak bungsu ini juga meraih berprestasi di bidang pendidikan, terbukti dengan meraih beasiswa sejak SMP hingga menjadi mahasiswi.
Sejak kecil, Richard (29) sudah hobi dunia otomotif. Saat dewasa, ia pun menjadi modifikator motor sejak tahun 2013. Bermodalkan pengetahuan tentang dunia otomotif, Richard mendirikan bengkel khusus bagi para pecinta motor jenis Choopers, Boober, Cafe Racer, hingga Ol Skool. Sampai saat ini Richard telah memodifikasi hingga 35 motor. Bengkel Richard yang berada di jalan Danau Singkarak, Medan kerap menjadi pilihan para bikers untuk memodifikasi motor-motornya.
SelengkapnyaSejak kecil, Richard (29) sudah hobi dunia otomotif. Saat dewasa, ia pun menjadi modifikator motor sejak tahun 2013. Bermodalkan pengetahuan tentang dunia otomotif, Richard mendirikan bengkel khusus bagi para pecinta motor jenis Choopers, Boober, Cafe Racer, hingga Ol Skool. Sampai saat ini Richard telah memodifikasi hingga 35 motor. Bengkel Richard yang berada di jalan Danau Singkarak, Medan kerap menjadi pilihan para bikers untuk memodifikasi motor-motornya.
"Ya senang aja jalani pekerjaan sekaligus hobi. Ini juga merupakan bagian seni dalam memodifikasi motor," ucap pria lulusan sarjana teknik mesin ini.
Meski di Kota Medan peminat motor jenis Choopers masih sedikit, tapi Richard tetap menjalankan profesinya sebagai modifikator. Mahalnya biaya untuk memodifikasi sebuah motor menjadi alasan utama kurangnya peminat.
Nining Suharti (38) biasa disapa Wati. Ia sudah menjadi penjual dan perajin layang-layang sejak tahun 2001. Bermodalkan usaha yang turun temurun dari keluarga, Wati memulai usahanya dari rumahan. Jenis layang-layang yang dihasilkan Wati berbagai macam, seperti layangan ikan, kain batik hingga berbentuk unggas.
SelengkapnyaNining Suharti (38) biasa disapa Wati. Ia sudah menjadi penjual dan perajin layang-layang sejak tahun 2001. Bermodalkan usaha yang turun temurun dari keluarga, Wati memulai usahanya dari rumahan. Jenis layang-layang yang dihasilkan Wati berbagai macam, seperti layangan ikan, kain batik hingga berbentuk unggas.
Kini, usaha yang dilakukan Wati membuahkan hasil, setidaknya ia memperkerjakan 15 orang untuk menjalankan bisnis layang-layang. "Kalau sekarang ya lumayan penghasilan, bahkan anak saya ikut jualan juga sehabis pulang sekolah. Dulu saya dan suami yang buat, tapi sekarang dibantu sama pekerja karena banyaknya peminat," ucapnya.
Ada yang tak biasa dari para tukang becak di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Terbukti dengan banyaknya tukang becak mesin yang menggunakan motor saat perang dunia ke II. Keunikan ini sudah terkenal ke semua penjuru Sumatera Utara.
SelengkapnyaAda yang tak biasa dari para tukang becak di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Terbukti dengan banyaknya tukang becak mesin yang menggunakan motor saat perang dunia ke II. Keunikan ini sudah terkenal ke semua penjuru Sumatera Utara.
Salah satu tukang becak yakni Syafi'i, sudah belasan tahun menjadi tukang becak menggunakan motor Birmingham Small Arms (BSA). Syafi'i juga menuturkan jika becak BSA merupakan ikon kota Pematang Siantar dan harus dilestarikan.
"Sudah bukan rahasia lagi jika kota kami ini terkenal dengan becak BSA. Tapi lambat laun, keberadaan becak BSA mulai berkurang. Bagi pemilik supaya mempertahankan dan dilestarikan," ujarnya.
Usmawati br Manalu (60) terus memetik tanaman kangkung di lahan miliknya meski hari mulai senja. Dua puluh tahun ia menjadikan lahan pertanian miliknya untuk mencukupi kebutuhan Usmawati keluarga. Semua itu dilakukannya agar bisa menghidupi keluarganya di rumah. Bukan hanya seorang petani, ia juga seorang pedagang kain di pasar tradisional Simpang Limun, Medan.
SelengkapnyaUsmawati br Manalu (60) terus memetik tanaman kangkung di lahan miliknya meski hari mulai senja. Dua puluh tahun ia menjadikan lahan pertanian miliknya untuk mencukupi kebutuhan Usmawati keluarga. Semua itu dilakukannya agar bisa menghidupi keluarganya di rumah. Bukan hanya seorang petani, ia juga seorang pedagang kain di pasar tradisional Simpang Limun, Medan.
Mulai dari pagi hingga siang Usmawati berjualan kain, lalu diteruskan merawat lahan pertaniannya sekaligus melakukan panen tanaman kangkung miliknya. Tak ada waktu senggang baginya, ia lebih suka menghabiskan waktu sambil bekerja. Meski usia sudah tak muda lagi, Usmawati tetap tersenyum menjalani hari-harinya.
"Sudah terbiasa melakukan dua kegiatan sekaligus. Kalau dibilang, ya enak jualan lagi lah. Ini cuma buat tambahan pendapatan keluarga di rumah saja. Lagipula, ini kegiatan supaya aku tidak menganggur, dan disini juga bisa jumpa sama kawan-kawan sesama petani," ucapnya sambil memetik kangkung.
Sejak 2010 Fahri Harahap (21) merantau ke Kota Medan. Ia berasal dari Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Menjadi teknisi elektronik adalah pekerjaannya sehari-hari.
SelengkapnyaSejak 2010 Fahri Harahap (21) merantau ke Kota Medan. Ia berasal dari Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Menjadi teknisi elektronik adalah pekerjaannya sehari-hari.
Selama menjadi teknisi, Fahri lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja agar bisa membantu keluarganya di kampung. Mulai dari kipas angin, televisi, hingga mesin cuci bisa ia tangani. Fahri memilih merantau agar bisa membantu orang tua di kampung.
"Orang tua dan keluarga semua ada di kampung. Kan mereka bekerja sebagai petani biasa, jadi pendapatan pas-pasan. Saya memilih merantau untuk bisa merubah nasib. Meski penghasilan saya tidak banyak, tapi pasti ada sedikit yang disisihkan untuk keluarga di kampung," ucapnya.
Menekuni pekerjaan sebagai perajin sepatu sudah dilalui C.Situmorang (54) sejak tahun 1984. Dalam sehari ia mampu menghasilkan delapan pasang sepatu. Ia bekerja dibantu dua orang pekerjanya. Berbagai jenis sepatu bisa diproduksi C.Situmorang.
SelengkapnyaMenekuni pekerjaan sebagai perajin sepatu sudah dilalui C.Situmorang (54) sejak tahun 1984. Dalam sehari ia mampu menghasilkan delapan pasang sepatu. Ia bekerja dibantu dua orang pekerjanya. Berbagai jenis sepatu bisa diproduksi C.Situmorang.
"Dulu saudara yang mengajari saya cara membuat sepatu. Sepatu-sepatu disini juga terbuat dari kulit hewan lembu. Kalau peminatnya pasti ada aja tiap hari, dan apalagi ini mau natal ada peningkatan pemesanan terhadap sepatu buatan kami," ucapnya.
Peminat sepatu buatannya berasal dari berbagai wilayah di Sumatera Utara. Meski cara pembuatan sepatu masih menggunakan alat-alat sederhana, namun peminat terhadap sepatu buatan C.Situmorang terus meningkat.
Senyum sumringah selalu terpancar dari raut wajah Hj Asmawita (63) tiap kali memasuki kelas. Hj Asmawita AM, Lc, M.A begitu nama dan gelarnya. Ia merupakan dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Meski usianya tak lagi muda, namun semangat ibu Asmawita untuk ikut mencerdaskan generasi bangsa tak pernah pudar.
SelengkapnyaSenyum sumringah selalu terpancar dari raut wajah Hj Asmawita (63) tiap kali memasuki kelas. Hj Asmawita AM, Lc, M.A begitu nama dan gelarnya. Ia merupakan dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Meski usianya tak lagi muda, namun semangat ibu Asmawita untuk ikut mencerdaskan generasi bangsa tak pernah pudar.
"Ini merupakan pengabdian, karena saya ingin menciptakan generasi berkualitas. Selagi masih diberikan kesehatan saya tetap terus mengajar, karena usia yang senja bukan hambatan untuk turut mencerdaskan bangsa," ujar Ibu Asmawita.
Menjadi pendidik sudah dilakukan Ibu Asmawita sejak tahun 1984, tentu ada kebahagiaan tersendiri bagi wanita yang pernah menimba ilmu di Mesir ini. Tak hanya berbagi ilmu kepada anak didiknya, ia juga menanamkan nilai-nilai moral agama setiap kali masuk kelas.
Juan Utama Batubara (20) pandai melirik dunia bisnis. Ia memilih bidang hairstyle. Di usianya masih muda, ia sudah mampu menciptakan sebuah produk yakni Allco Pomade dan kini ia menjadi pengusaha muda sukses.
SelengkapnyaJuan Utama Batubara (20) pandai melirik dunia bisnis. Ia memilih bidang hairstyle. Di usianya masih muda, ia sudah mampu menciptakan sebuah produk yakni Allco Pomade dan kini ia menjadi pengusaha muda sukses.
Berawal dari hanya membuat selusin pomade, kini Juan mampu memproduksi hingga 2.000 pomade dalam sekali produksi. Allco Pomade merupakan produk asli buatan Juan sejak Oktober 2015. Semua pomade yang diproduksinya dikerjakan secara home industry.
"Sejak mulai SD hingga SMA saya selalu berjualan. Jadi pedagang es hingga menjual sayur kangkung pernah saya jalani dulu untuk menambah uang jajan sekolah. Jujur saja, saya hanya berasal dari keluarga pas-pasan," ucapnya. Kini, omset usahanya dalam sebulan bisa mencapai Rp 15 juta.
Terjun ke seni tari dan masuk ke sebuah sanggar sudah dilakukan Dyah Ayu Arimbi (21) sejak masih sekolah dasar (SD). Alhasil, berkat kerja keras dan latihan rutin, ia mendapatkan buah manis. Ia kerap meraih juara pada perlombaan tari di negara Malaysia dan Thailand. Bersama kelompok tarinya, Dyah selalu menampilkan kesenian-kesenian budaya Indonesia khususnya tari di negara Asia Tenggara tersebut.
SelengkapnyaTerjun ke seni tari dan masuk ke sebuah sanggar sudah dilakukan Dyah Ayu Arimbi (21) sejak masih sekolah dasar (SD). Alhasil, berkat kerja keras dan latihan rutin, ia mendapatkan buah manis. Ia kerap meraih juara pada perlombaan tari di negara Malaysia dan Thailand. Bersama kelompok tarinya, Dyah selalu menampilkan kesenian-kesenian budaya Indonesia khususnya tari di negara Asia Tenggara tersebut.
"Banyak hal positif yang aku dapatkan dari menari. Salah satunya ya dapat beasiswa, mulai dari awal masuk kuliah hingga mau tamat seperti sekarang aku selalu dapat beasiswa. Semuanya karena menari," ucapnya.
Kemahirannya dalam menari tak diragukan lagi dengan apik ia membawakan beberapa tarian adat. Seperti tarian adat Melayu, Aceh, Batak hingga Jawa. Dyah juga selalu tampil dalam acara resmi yang digelar pemerintahan Kota Medan ataupun Sumatera Utara.
Indonesia dipenuhi dengan berbagai macam budaya dan etnik. Hal itu yang mendorong Hilfani Shaliha (21) untuk mendirikan sebuah usaha tas tenun yang dipadukan dengan sentuhan motif etnik. Namanya Tas Tenun 'Sukhee'.
SelengkapnyaIndonesia dipenuhi dengan berbagai macam budaya dan etnik. Hal itu yang mendorong Hilfani Shaliha (21) untuk mendirikan sebuah usaha tas tenun yang dipadukan dengan sentuhan motif etnik. Namanya Tas Tenun 'Sukhee'.
Saat ini produk yang dihasilkan Fani masih bermotif Jepara. Dalam waktu dekat ia juga akan memadukan dengan motif dari budaya Jogjakarta. Pemasaran terhadap tas tenun ini masih dilakukan Fani melalui media sosial. Gadis asal Aceh Tamiang ini juga yakin jika apa yang dilakukannya bukan sekedar bisnis, tapi juga memperkenalkan budaya ke masyarakat umum.
Menjadi seorang bartender sudah dijalani Suryo Bambang Permadi (29) selama tiga tahun. Benk, sapaan akrabnya, setahun belakangan ia memilih merantau ke Kota Medan untuk mencari kehidupan baru dan pengalaman. Pemuda asal Temanggung, Jawa Tengah ini bekerja sebagai bartender di resto Lekker Urban Food House. Sebelum menjadi bartender, ia aktif sebagai seniman tato. Dulu, dirinya juga sempat mendirikan studio tato di Jogjakarta.
SelengkapnyaMenjadi seorang bartender sudah dijalani Suryo Bambang Permadi (29) selama tiga tahun. Benk, sapaan akrabnya, setahun belakangan ia memilih merantau ke Kota Medan untuk mencari kehidupan baru dan pengalaman. Pemuda asal Temanggung, Jawa Tengah ini bekerja sebagai bartender di resto Lekker Urban Food House. Sebelum menjadi bartender, ia aktif sebagai seniman tato. Dulu, dirinya juga sempat mendirikan studio tato di Jogjakarta.
"Saya sudah terbiasa hidup mandiri sejak SMA. Orang tua di desa juga selalu mendukung yang apa saya lakuin. Ada sebuah pesan dari orang tua yang selalu saya ingat, kadang itu menjadi motivasi bagi diri sendiri. Niat saya ke depan ingin membangun usaha katering nasi, hidup kembali ke desa sepertinya lebih baik," ucapnya.
Senang berkegiatan di alam bebas mendorong Nikmatir Rafika Maksum (22) terjun ke organisasi mahasiswa pecinta alam (Mapala) Universitas Medan Area (UMA). Ia juga aktif dalam kegiatan konservasi lingkungan.
SelengkapnyaSenang berkegiatan di alam bebas mendorong Nikmatir Rafika Maksum (22) terjun ke organisasi mahasiswa pecinta alam (Mapala) Universitas Medan Area (UMA). Ia juga aktif dalam kegiatan konservasi lingkungan.
"Kami juga punya agenda seperti penanaman pohon, pembagian bibit tanaman mahoni dan sosialisasi ke desa-desa. Rencana Januari mendatang kami juga akan lakukan kegiatan aksi hijau di desa Bukum, Sibolangit," terangnya.
Tak hanya itu, Nibel yang merupakan mahasiswi semester 9 jurusan Psikologi ini juga pernah meraih prestasi tingkat nasional bersama Mapala UMA, seperti meraih juara ketiga tingkat nasional Wana Lestari antar Mapala di seluruh Indonesia pada tahun 2014.
Uli br Manurung (52) biasa disapa Mamak Boy. Ia berdagang sayur di pasar tradisional Simpang Limun, Medan. Sudah 26 tahun ia berjualan aneka kebutuhan dapur.
SelengkapnyaUli br Manurung (52) biasa disapa Mamak Boy. Ia berdagang sayur di pasar tradisional Simpang Limun, Medan. Sudah 26 tahun ia berjualan aneka kebutuhan dapur.
Beberapa bulan terakhir, harga-harga naik. Sebab ada erupsi gunung Sinabung yang membuat harga sayur melambung tinggi. Kalau sudah demikian, pendapatannya pun menurun. Meski begitu, Mamak Boy tetap semangat berjualan karena ini sumber penghasilan utamanya untuk menghidupi keluarga di rumah.
Memulai karir sebagai dancer sudah dilakoni Muhammad Vicky Aulia Marpaung (20) sejak tahun 2013. Berkat kerja keras dan latihan rutin, ia berhasil meraih prestasi membanggakan. Salah satunya mewakili kota Medan di ajang Indonesia Got's Talent. Tak hanya itu, Vicky juga pernah tampil dalam kompetisi dance solo goes to Thailand 2015 lalu.
SelengkapnyaMemulai karir sebagai dancer sudah dilakoni Muhammad Vicky Aulia Marpaung (20) sejak tahun 2013. Berkat kerja keras dan latihan rutin, ia berhasil meraih prestasi membanggakan. Salah satunya mewakili kota Medan di ajang Indonesia Got's Talent. Tak hanya itu, Vicky juga pernah tampil dalam kompetisi dance solo goes to Thailand 2015 lalu.
Di tengah kesibukannya, Vicky masih menyempatkan menjadi guru ngaji di lingkungan rumahnya. Hampir 15 orang anak yang ia didik, bahkan para muridnya itu tak pernah ia mintai biaya apapun. Vicky secara sukarela membantu anak-anak di sekitar rumahnya. "Saya membuka mengajar ngaji pada anak-anak di dekat rumah. Senang aja bisa membantu mereka, meski hanya sekedar mengajari mengaji," tuturnya.
Kota Medan sepertinya tak akan pernah berhenti untuk menghasilkan atlet muda berprestasi. Salah satunya, Rahmatsyah Lubis (19) seorang pemain futsal. Ia menjadi bagian dari tim futsal Sumatera Utara yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat, September lalu.
SelengkapnyaKota Medan sepertinya tak akan pernah berhenti untuk menghasilkan atlet muda berprestasi. Salah satunya, Rahmatsyah Lubis (19) seorang pemain futsal. Ia menjadi bagian dari tim futsal Sumatera Utara yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat, September lalu.
Prestasi terbaru Rahmat bersama timnya berhasil menjadi wakil Sumatera Utara di ajang Liga Futsal Nasional. Meski tengah disibukkan dengan jadwal latihan dan pertandingan, ia masih tetap bisa meluangkan waktu untuk belajar. Prestasi yang diraih Rahmat tak begitu saja datang, penuh perjuangan dan tentunya kerja keras.
"Perbanyak jam terbang bertanding itu penting. Namun, yang utama itu latihan dan jadwal istirahat yang teratur. Intinya jangan pernah cepat merasa puas dengan apa yang sudah diraih," ucapnya.
Ade Ilham Khalid (24) terjun ke dunia musik sejak berumur 15 tahun. Saat itu, ia membentuk grup band bergenre alternative rock. Akrab dengan dunia musik membuat Khalid berhasil menciptakan tiga lagu hasil karyanya sendiri. Kini, Khalid tergabung dengan band Kaoem Koesam dan menjadi vokalis. Dia juga salah satu pendiri band tersebut.
SelengkapnyaAde Ilham Khalid (24) terjun ke dunia musik sejak berumur 15 tahun. Saat itu, ia membentuk grup band bergenre alternative rock. Akrab dengan dunia musik membuat Khalid berhasil menciptakan tiga lagu hasil karyanya sendiri. Kini, Khalid tergabung dengan band Kaoem Koesam dan menjadi vokalis. Dia juga salah satu pendiri band tersebut.
"Keluarga sebelumnya gak ada yang terjun ke dunia musik. Tapi karena musik banyak memberikan hal positif bagi saya, makanya ini terus digeluti. Alhamdulillah, saya telah menyelesaikan mini album dan itu menimbulkan kepuasaan bagi diri sendiri," katanya.
Pemuda asal Bekasi ini juga sering manggung di acara seni yang ada di kampus-kampus kota Medan. Meski saat ini band Kaoem Koesam sedang tidak stabil, Khalid tetap berkarya dengan cara menciptakan lagu.
Lukman Yazid (18) adalah atlet tenis yang diperhitungkan asal Kota Medan. Ia mengikuti jejak saudara kandungnya yang juga merupakan petenis di Sumatera Utara (Sumut). Lukman sudah mulai bermain dan berlatih tenis sejak masih SMP. Berkat kerja keras dan ketekunannya dalam berlatih, Lukman pernah menjadi kontingen Sumut diajang kejuaraan tenis nasional. Salah satunya, perwakilan Pekan Olahraga Nasional (PON) Remaja di Jawa Timur pada 2015 lalu.
SelengkapnyaLukman Yazid (18) adalah atlet tenis yang diperhitungkan asal Kota Medan. Ia mengikuti jejak saudara kandungnya yang juga merupakan petenis di Sumatera Utara (Sumut). Lukman sudah mulai bermain dan berlatih tenis sejak masih SMP. Berkat kerja keras dan ketekunannya dalam berlatih, Lukman pernah menjadi kontingen Sumut diajang kejuaraan tenis nasional. Salah satunya, perwakilan Pekan Olahraga Nasional (PON) Remaja di Jawa Timur pada 2015 lalu.
"Belakangan ini porsi latihan agak dikurangi, karena sibuk kuliah juga. Tapi, saya masih mau terus latihan agar bisa kejar target untuk PON 2020 mendatang," ucapnya. Lukman adalah mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU).
Menjadi atlet tenis tidak mudah, Lukman kerap mendapat cedera pada tangannya saat berlatih. Namun, karena niatnya untuk membawa harum nama Sumut di kancah nasional, Lukman tak menganggap itu mendapat cedera bukan sebagai penghalang untuk menjadi atlet muda berprestasi.
Banyak cara untuk mencerdaskan bangsa. Salah satunya seperti yang dilakukan Indah Ramadhani (34). Ia merupakan pendiri Taman Baca Anak Avros dan juga sekaligus seorang guru honorer di Madrasah Tsanawiyah (Mts) yang ada di kota Medan.
SelengkapnyaBanyak cara untuk mencerdaskan bangsa. Salah satunya seperti yang dilakukan Indah Ramadhani (34). Ia merupakan pendiri Taman Baca Anak Avros dan juga sekaligus seorang guru honorer di Madrasah Tsanawiyah (Mts) yang ada di kota Medan.
Niat awal Indah hanya membuat perpustakaan bagi anaknya sendiri. Namun, karena banyak anak tetangga yang datang lalu tertarik dengan membaca akhirnya sejak 2014 ia mendirikan taman baca anak.
"Alhamdulilah sekarang mulai banyak buku anak-anak tentunya bertema pendidikan," ucapnya. Kini, saat akhir pekan bisa mencapai 50 anak-anak berkisar 8-10 tahun yang mendatangi taman baca. Anak-anak yang berkunjung ke taman baca juga diajarkan tentang eduwisata, kerajinan tangan, serta tentang agama, seperti mengaji dan aqidah akhlak.
Imam Dwiki Cahyadi (19) hanya lulusan SMK jurusan otomotif. Namun, ia sudah menjadi fotografer di sebuah rumah produksi sejak masih sekolah pada tahun 2014. Awalnya ia terjun menjadi fotografer hanya untuk mengisi waktu kosongnya sehabis pulang sekolah. Meski awalnya tak memiliki keahlian dan pengalaman di dunia fotografi, Imam tak pernah patah arang untuk belajar. Kini, ia makin tertarik dan ingin terus menggeluti pekerjaannya sebagai fotografer.
SelengkapnyaImam Dwiki Cahyadi (19) hanya lulusan SMK jurusan otomotif. Namun, ia sudah menjadi fotografer di sebuah rumah produksi sejak masih sekolah pada tahun 2014. Awalnya ia terjun menjadi fotografer hanya untuk mengisi waktu kosongnya sehabis pulang sekolah. Meski awalnya tak memiliki keahlian dan pengalaman di dunia fotografi, Imam tak pernah patah arang untuk belajar. Kini, ia makin tertarik dan ingin terus menggeluti pekerjaannya sebagai fotografer.
Tak hanya itu, dari hasil bekerja sebagian diberikan kepada ibunya. "Daripada menganggur mending saya bekerja buat mengurangi beban orang tua biayai sekolah. Lagian ini kerjanya gak setiap hari ada job terus. Kalau tidak ada pekerjaan kadang saya juga kerja serabutan supaya bisa bantu orang tua," ucapnya.
Mohammad Danu Utomo (19) masih muda. Tapi ia sudah mulai merintis usaha di bidang kuliner. Danu biasa ia disapa memilih usaha kuliner bercita rasa Italia KING's Zuppa Soup di jalan Dr.Mansyur No 165, Medan.
SelengkapnyaMohammad Danu Utomo (19) masih muda. Tapi ia sudah mulai merintis usaha di bidang kuliner. Danu biasa ia disapa memilih usaha kuliner bercita rasa Italia KING's Zuppa Soup di jalan Dr.Mansyur No 165, Medan.
"Kalau saya lagi kuliah biasanya Ibu yang jaga sambil jualan. Tapi kalau tidak sibuk ya saya yang jualan. Saya juga membuka usaha ini mulai dari jam 7 pagi hingga 3 sore," kata mahasiswa fakultas ekonomi jurusan keuangan di Universitas Sumatera Utara (USU).
Memiliki jiwa berdagang memang sudah dimiliki Danu sejak masih SMA. Salah satunya membuat usaha rental komik hingga film drama Korea. Orang tua yang terus mendukung membuat Danu ingin mengembangkan usahanya ini dengan cara membuka cabang baru.
Taman Baca Masyarakat (TBM) Puja Kesuma didirikan pada 2009 silam. Kini TBM dikelola oleh Dimas Tri Adji (26). Buku-buku yang ada di TBM sendiri awalnya merupakan dari koleksi pribadi ayah Dimas. Namun, kini sekitar terdapat 2.600 eksemplar di TBM mulai dari komik, novel, buku pengetahuan hingga jurnal ilmiah.
SelengkapnyaTaman Baca Masyarakat (TBM) Puja Kesuma didirikan pada 2009 silam. Kini TBM dikelola oleh Dimas Tri Adji (26). Buku-buku yang ada di TBM sendiri awalnya merupakan dari koleksi pribadi ayah Dimas. Namun, kini sekitar terdapat 2.600 eksemplar di TBM mulai dari komik, novel, buku pengetahuan hingga jurnal ilmiah.
"Memang makin lama peminat pembaca yang datang kesini berkurang, ga tau entah apa sebabnya. Biasanya dalam sehari pasti ada yang datang untuk sekedar membaca, tapi sekarang uda jarang," ujarnya.
Selain disibukkan dengan mengurus TBM, Dimas juga seorang mahasiwa magister ilmu komunikasi di Universitas Sumatera Utara (USU). Taman baca ini sendiri mulai dibuka pada pukul 12 siang hingga 10 malam.
Asdi (40) asli Desa Sekip, Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Sudah 20 tahun ia berjualan sate. Mulai dari sate tahu, kerang hingga kentang. Jiwa berdagang sudah dimilikinya sejak masih sekolah. Dulu pemuda yang hanya tamatan SMP ini sering berjualan sambil sekolah. Perjalanan hidup Asdi yang pas-pasan tak membuatnya pasrah akan keadaan.
SelengkapnyaAsdi (40) asli Desa Sekip, Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Sudah 20 tahun ia berjualan sate. Mulai dari sate tahu, kerang hingga kentang. Jiwa berdagang sudah dimilikinya sejak masih sekolah. Dulu pemuda yang hanya tamatan SMP ini sering berjualan sambil sekolah. Perjalanan hidup Asdi yang pas-pasan tak membuatnya pasrah akan keadaan.
Asdi menjadikan objek wisata yang ada di kota Medan sebagai lahannya berdagang. Salah satunya ia sering berjualan di Istana Maimun. "Tiap hari saya berjualan di Istana Maimun ini, kadang ke stadion Teladan juga, hingga museum negeri jadi tempat saya mencari nafkah," ujarnya. Selama berjualan Asdi tak selalu dihampiri nasib baik, ia pernah jadi korban pemerasan dari aksi premanisme.
Azuan Helmi (20) aktif di berbagai kegiatan sosial dan menyukai debat bertema hukum. Alhasil, ia terpilih menjadi ketua komunitas debat hukum UMSU. Selama aktif di komunitasnya, beberapa prestasi pernah diraih Azuan bersama komunitas debat hukum UMSU, seperti menjadi juara kedua di debat hukum wilayah Sumatera Utara, dan juga tingkat nasional antar perguruan tinggi nasional (PTN).
SelengkapnyaAzuan Helmi (20) aktif di berbagai kegiatan sosial dan menyukai debat bertema hukum. Alhasil, ia terpilih menjadi ketua komunitas debat hukum UMSU. Selama aktif di komunitasnya, beberapa prestasi pernah diraih Azuan bersama komunitas debat hukum UMSU, seperti menjadi juara kedua di debat hukum wilayah Sumatera Utara, dan juga tingkat nasional antar perguruan tinggi nasional (PTN).
Azuan yang berasal dari Rokan Hilir, Riau ini juga peraih beasiswa dari Pendidikan Tinggi (DIKTI). "Saya ingin membanggakan org tua lewat prestasi. Walaupun dari kampung mimpi untuk berprestasi itu pasti ada. Bukan anak kota aja yang bisa menghasilkan prestasi, tapi anak kampung juga mampu," ucapnya.
Hendra Jogi Simanjuntak (22) menjadi pelatih vokal asal kota Medan. Awalnya ia tak yakin dengan kemampuannya, namun orangtuanya terus mendorongnya setelah mengikuti kompetisi menyanyi. Hasilnya, kini ia punya banyak anak didik dan sukses membawa beberapa penyanyi berprestasi tingkat nasional.
SelengkapnyaHendra Jogi Simanjuntak (22) menjadi pelatih vokal asal kota Medan. Awalnya ia tak yakin dengan kemampuannya, namun orangtuanya terus mendorongnya setelah mengikuti kompetisi menyanyi. Hasilnya, kini ia punya banyak anak didik dan sukses membawa beberapa penyanyi berprestasi tingkat nasional.
Termasuk penyanyi Naura yang berhasil menjadi juara ketiga dalam ajang Idola Cilik 5 di acara salah satu televisi swasta nasional. "Saya suka membagi ilmu. Memberikan kepada anak tentang apa yang saya ketahui di dunia musik," tuturnya.
Jogi juga mempunyai prestasi pribadi seperti menjadi juara pertama bintang radio se-Indonesia tahun 2012, hingga juara pertama bintang radio tingkat Asean pada 2013. Kini, ia tetap fokus dalam melatih vokal dan menciptakan penyanyi muda berbakat.
Memilih usaha di bidang tekstil sudah dijalani Robert Maruli Tua Sianipar (43) sejak tahun 1992. Ia lebih fokus dalam pembuatan ulos dan songket tradisional suku Batak. Kini ia mampu mendirikan galeri ulos Sianipar di jalan A.R.Hakim Gang Pendidikan, Medan.
SelengkapnyaMemilih usaha di bidang tekstil sudah dijalani Robert Maruli Tua Sianipar (43) sejak tahun 1992. Ia lebih fokus dalam pembuatan ulos dan songket tradisional suku Batak. Kini ia mampu mendirikan galeri ulos Sianipar di jalan A.R.Hakim Gang Pendidikan, Medan.
Usahanya terinspirasi saat terjadi peningkatan permintaan ulos tahun 1987. Namun, produksi ulos tidak mencukupi permintaan pasar, lalu ia memilih untuk menggeluti usaha tekstil ini. "Saya mendirikan galeri ulos untuk mempermudah masyarakat, karena selama ini banyak yang mau beli produk-produk khas batak tapi tidak tau mau dimana dicari. Kan gak mungkin yang dari Medan, harus ke Samosir sana untuk cari produk khas batak," ucapnya.
Galeri ulos milik Robert ini juga pernah meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2014 sebagai pembuat ulos terpanjang. Tak hanya itu, peminat ulos dari galeri Sianipar ini juga ada yang dari Belanda, Jerman, dan Austria. Selain itu, galeri ulos Sianipar ini juga menjadi wadah promosi produk lebih dari 40 UKM di Sumatera Utara.
Ketertarikan terhadap dunia film membuat Yora Rizky (20) tak bisa lepas dari profesi Sinematografer. Ia bergabung dengan salah satu rumah produksi di kota Medan. Salah satunya film karyanya bergenre thriller dengan judul Dead Message. "Kami membuat film bukan sekedar film. Kami juga menyampaikan pesan moral di dalam film pendek dengan tujuan positif bagi para penonton," katanya.
SelengkapnyaKetertarikan terhadap dunia film membuat Yora Rizky (20) tak bisa lepas dari profesi Sinematografer. Ia bergabung dengan salah satu rumah produksi di kota Medan. Salah satunya film karyanya bergenre thriller dengan judul Dead Message. "Kami membuat film bukan sekedar film. Kami juga menyampaikan pesan moral di dalam film pendek dengan tujuan positif bagi para penonton," katanya.
Yora kerap kesulitan untuk mengembangkan hobinya ini dalam menghasilkan sebuah karya film. Terkendala dengan alat-alat yang tak murah Yora mencari cara dengan menjadi fotografer agar bisa membeli beberapa alat untuk mendukung kegiatannya dalam membuat film. Acara pernikahan, hingga pra wedding adalah project yang sering ia garap demi mendapat pemasukan.
Pekerjaan yang dilakukan Ahmad Siregar (49) banyak dipandang sebelah mata. Padahal, ia banyak membantu orang lain. Ahmad sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan di kelurahan Gaharu, kecamatan Medan Timur. Sudah 20 tahun ia melakoni pekerjaan itu.
SelengkapnyaPekerjaan yang dilakukan Ahmad Siregar (49) banyak dipandang sebelah mata. Padahal, ia banyak membantu orang lain. Ahmad sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan di kelurahan Gaharu, kecamatan Medan Timur. Sudah 20 tahun ia melakoni pekerjaan itu.
"Pekerjaan ini memang sepele, tetapi kalau sempat lalai banyak sampah yang menumpuk bisa menimbulkan masalah sendiri bagi saya. Makanya dalam sehari saya bolak-balik ngutip sampah ke rumah warga biar gak menumpuk," ungkapnya.
Muhammad Fahmi Tanjung (22) berasal dari keluarga tak mampu. Namun, warga Barus Kabupaten Tapanuli Tengah ini bekerja keras untuk bisa berprestasi. Hasilnya, ia menjadi juara kedua dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2016 di Universitas Airlangga Surabaya.
SelengkapnyaMuhammad Fahmi Tanjung (22) berasal dari keluarga tak mampu. Namun, warga Barus Kabupaten Tapanuli Tengah ini bekerja keras untuk bisa berprestasi. Hasilnya, ia menjadi juara kedua dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2016 di Universitas Airlangga Surabaya.
Mahasiswa UMSU ini mewakili Sumatera menciptakan sebuah karya bernama Bank Sastra. Hasil karya Fahmi bertujuan untuk meningkatkan minat baca anak-anak.
"Jujur saja aku berasal dari keluarga tak mampu. Aku dulu pernah di pecat secara paksa akibat tak mampu membayar uang sekolah. Alhamdulillah, kini aku bisa kuliah karena dapat beasiswa hingga tamat. Pengalaman pahit itu semua aku jadikan motivasi, dan gak selamanya orang susah sulit berprestasi," ungkapnya.
Yunus (42) sudah lama membuka usaha kuliner di Medan. Ia berjualan ketoprak, makanan khas Jakarta. Ia sudah 20 tahun menjalani usahanya itu, dan berpindah-pindah mulai Pangkal Pinang hingga Pekanbaru. Di Medan baru enam bulan.
SelengkapnyaYunus (42) sudah lama membuka usaha kuliner di Medan. Ia berjualan ketoprak, makanan khas Jakarta. Ia sudah 20 tahun menjalani usahanya itu, dan berpindah-pindah mulai Pangkal Pinang hingga Pekanbaru. Di Medan baru enam bulan.
"Alhamdulillah, peminat di sini terhadap ketoprak lumayan banyak," ucapnya. Meski berjualan tak selalu mendapatkan untung, Yunus tetap menikmati usaha ini yang telah memberikan kehidupan bagi keluarganya.
Arya Rizky Hernandi (20) terus berkampanye bersepeda. Ia ingin Kota Medan bebas polusi udara. Ia dan teman-temannya yang tergabung dalam Indonesia Critical Mass (ICM) kerap melakukan kegiatan bersepeda rutin.
SelengkapnyaArya Rizky Hernandi (20) terus berkampanye bersepeda. Ia ingin Kota Medan bebas polusi udara. Ia dan teman-temannya yang tergabung dalam Indonesia Critical Mass (ICM) kerap melakukan kegiatan bersepeda rutin.
Kegiatan positif itu mendapat respon yang baik dengan banyaknya peminat setiap kali acara ICM diadakan diakhir bulan. Arya sendiri menyukai bersepeda sejak masih SMP, selain mendapatkan fisik jasmani yang sehat, ia juga mendapat banyak teman dari sesama pesepeda lainnya.
"Kami para pesepeda ingin menyerbarkan virus kepada masyarakat kota Medan agar mereka lebih memilih bersepeda ketimbang menggunakan kendaraan bermotor," tuturnya.
Memulai usaha berdagang kacang goreng baru dilakukan Abdul Mutolib (78) selama dua pekan lalu. Gara-garanya ia tak ingin hanya berpangku tangan. Sebelumnya, hampir 50 tahun ia menjadi seorang tukang pangkas rambut. Namun lantaran pandangan matanya sudah tak jelas, ia memilih berdagang.
SelengkapnyaMemulai usaha berdagang kacang goreng baru dilakukan Abdul Mutolib (78) selama dua pekan lalu. Gara-garanya ia tak ingin hanya berpangku tangan. Sebelumnya, hampir 50 tahun ia menjadi seorang tukang pangkas rambut. Namun lantaran pandangan matanya sudah tak jelas, ia memilih berdagang.
Hasil yang ia peroleh tak sebanding dengan apa yang dilakukan kakek Abdul. Meski begitu, ia tetap berusaha bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. "Anak-anak saya semua merantau. Kalau tidak begini, istri saya di rumah gak bisa makan. Lika-liku kehidupan harus dijalani tak peduli umur sudah tua, saya harus berjualan agar bisa bertahan hidup," tutupnya.
Abdul Rauf Siregar (52) atau biasa dipanggil Ucok mahir membuat payung dari bambu sejak masih SD. Ia belajar dari ayahnya yang juga perajin payung. Ucok sudah membuka usahanya sejak 30 tahun yang lalu dengan alat seadanya. Hasil karyanya banyak diminati untuk usaha kafe.
SelengkapnyaAbdul Rauf Siregar (52) atau biasa dipanggil Ucok mahir membuat payung dari bambu sejak masih SD. Ia belajar dari ayahnya yang juga perajin payung. Ucok sudah membuka usahanya sejak 30 tahun yang lalu dengan alat seadanya. Hasil karyanya banyak diminati untuk usaha kafe.
"Saya membuat payung ini dari alat seadanya seperti bambu, kayu dan terpal itu untuk payung yang digunakan pedagang di pasar. Kalau payung untuk kafe menggunakan bahan khusus," ucapnya.
Dalam sehari, Ucok bisa menghasilkan empat payung ukuran jumbo. Ia sering dibantu anak dan istrinya dalam pembuatan payung-payung jumbo. Peminat payung-payung jumbo ini bukan hanya dari kota Medan. Pemesannya ada yang dari Banda Aceh, Pekanbaru, hingga negara jiran Malaysia.
Alpin Harisandi Pohan (22) jeli melihat peluang bisnis. Ia membuka usaha rental alat-alat outdoor. "Usaha ini berawal dari hobi saya yang suka melakukan kegiatan di alam bebas. Alhamdulillah, sekarang saya mampu menghidupi diri sendiri serta membiayai kuliah sendiri tanpa harus meminta uang dari orang tua di kampung," ucapnya.
SelengkapnyaAlpin Harisandi Pohan (22) jeli melihat peluang bisnis. Ia membuka usaha rental alat-alat outdoor. "Usaha ini berawal dari hobi saya yang suka melakukan kegiatan di alam bebas. Alhamdulillah, sekarang saya mampu menghidupi diri sendiri serta membiayai kuliah sendiri tanpa harus meminta uang dari orang tua di kampung," ucapnya.
Pemuda asal desa Bangun Jaya, Kabupaten Rokan Hulu, Riau ini meski jauh dari orang tua mampu hidup mandiri. Ia bersyukur bisa mengembangkan bisnisnya tanpa tergantung orang lain.
Menggeluti usaha kuliner sudah dilakukan Safril (47) sejak tahun 2008. Ia memilih membuat kedai nasi karena usaha tersebut terbilang menjanjikan. Safril membuka usaha kedai nasi untuk membiayai sekolah anak-anak Safril.
SelengkapnyaMenggeluti usaha kuliner sudah dilakukan Safril (47) sejak tahun 2008. Ia memilih membuat kedai nasi karena usaha tersebut terbilang menjanjikan. Safril membuka usaha kedai nasi untuk membiayai sekolah anak-anak Safril.
Tetapi setahun belakangan, usaha kedai nasi milik Safril sepi pembeli ditambah harga pangan perlahan naik. "Kalau hasil dari kedai nasi ini lumayan bisa sekolahin anak-anak. Tapi uda setahun ini pembeli mulai berkurang, ditambah harga pangan dan gas elpiji juga naik. Alhasil, pemasukan agak berkurang," ucapnya.
Menjalani usaha yang berhubungan dengan hobi sangatlah menyenangkan. Faiz (46) sudah merasakannnya. Ia menyukai anggrek dan kini menjadi pengusaha tanaman anggrek di jalan H. Adam Malik, Medan.
SelengkapnyaMenjalani usaha yang berhubungan dengan hobi sangatlah menyenangkan. Faiz (46) sudah merasakannnya. Ia menyukai anggrek dan kini menjadi pengusaha tanaman anggrek di jalan H. Adam Malik, Medan.
Usahanya ini sudah dijalaninya selama 16 tahun. Ia mengikuti orang tuanya yang terlebih dahulu sudah membuka usaha tanaman. Dengan bisnisnnya, ia mampu menghidupi keluarganya.
"Sulitnya merawat tanaman anggrek ini karena harus teliti agar tidak layu. Apalagi jika musim hujan lebih rentang terserang hama, dan jamur. Bunga anggrek ini banyak peminatnya, bahkan akhir pekan pembelinya bisa meningkat," tutupnya.
Memulai usaha dari nol dilakoni Ganang Nugroho (19). Ia mendirikan laundry sepatu tiga bulan lalu. Ia menawarkan jasa untuk mencuci dan mewarnai ulang sepatu. Usaha yang didirikannya ini bermula dari keisengan dengan mewarnai sepatunya sendiri.
SelengkapnyaMemulai usaha dari nol dilakoni Ganang Nugroho (19). Ia mendirikan laundry sepatu tiga bulan lalu. Ia menawarkan jasa untuk mencuci dan mewarnai ulang sepatu. Usaha yang didirikannya ini bermula dari keisengan dengan mewarnai sepatunya sendiri.
"Lalu, dari situ aku mulai berani untuk menjadikan laundry sepatu ini sebagai bisnis baru," ujarnya. Kini, pemuda lulusan SMK multimedia mampu membuka kios kecil di sekitar rumahnya. Meski baru merintis usahanya, Ganang ingin apa yang ia lakukan ini dapat berkembang.
Sudah tua, tak membuat Mesrawati (85) untuk mencari nafkah. Ia sudah terbiasa berjualan salak mulai dari tahun 1961, sempat berpindah-pindah ke pasar yang satu dan lainnya. Kini, ia berjualan di pasar tradisional Simpang Limun, Medan.
SelengkapnyaSudah tua, tak membuat Mesrawati (85) untuk mencari nafkah. Ia sudah terbiasa berjualan salak mulai dari tahun 1961, sempat berpindah-pindah ke pasar yang satu dan lainnya. Kini, ia berjualan di pasar tradisional Simpang Limun, Medan.
Waktu muda, nenek Mesrawati berjualan setiap hari. Namun, sekarang ia hanya berjualan beberapa kali dalam seminggu. Hal itu dilakukannya agar kesehatannya tetap terjaga.
"Aku sudah terbiasa jualan salak dari dulu. Jadi cuma inilah kegiatan aku, kadang kalau tak sehat gak jualan. Tapi kalau sehat dan stok salakku banyak tiap hari jualan," tuturnya.
Muda dan berprestasi, itulah sosok Meutia Afifah (18) pelajar kelas XII SMA Panca Budi Medan. Ia terpilih dalam pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh American Field Service. Tia biasa ia disapa memilih negara Meksiko untuk dijadikannya tempat belajar. Ia tinggal di kota Puebla, Meksiko selama 11 bulan.
SelengkapnyaMuda dan berprestasi, itulah sosok Meutia Afifah (18) pelajar kelas XII SMA Panca Budi Medan. Ia terpilih dalam pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh American Field Service. Tia biasa ia disapa memilih negara Meksiko untuk dijadikannya tempat belajar. Ia tinggal di kota Puebla, Meksiko selama 11 bulan.
"Ya awalnya agak susah beradaptasi karena budaya disana beda dengan di Medan. Toleransi disana itu tinggi apalagi aku berhijab, jadi mereka menerima latar belakang budayaku yang jauh berbeda dengan Meksiko," ucap Tia. Di sana ia mengajar melukis, magang di kantor seni, hingga mempresentasikan tentang budaya Indonesia.
Kopi kini sudah menjadi lifestyle. Rangga Hady Tama (22) pun memutuskan bekerja di dunia kopi menjadi barista di salah satu store Starbucks cabang Medan. Ia memegang sertifikasi barista coffee master. Rangga meraih 8 besar Indonesia Virtual Latte Art Championship 2016, serta terpilih sebagai salah satu perwakilan Indonesia dalam China - Asia Pasifik Trip 2015.
SelengkapnyaKopi kini sudah menjadi lifestyle. Rangga Hady Tama (22) pun memutuskan bekerja di dunia kopi menjadi barista di salah satu store Starbucks cabang Medan. Ia memegang sertifikasi barista coffee master. Rangga meraih 8 besar Indonesia Virtual Latte Art Championship 2016, serta terpilih sebagai salah satu perwakilan Indonesia dalam China - Asia Pasifik Trip 2015.
"Aku dulu gak suka kopi. Tapi semenjak aku kerja jadi barista disini, dan banyak belajar tentang kopi. Aku malah ketagihan lalu tertarik dengan dunia kopi. Pastinya kopi itu banyak berpengaruh positif bagi aku," ujarnya.
Rangga juga sering melakukan coaching clinic dan berbagi pengalaman dengan barista kota Medan lainnya. Ia senang bisa berbagi ilmu tentang dunia kopi.
Lulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Sakti Prima Iskandar (32) balik ke kampung halamannya di Medan. Benji, begitu ia disapa, mencoba hal baru, yakni berbisnis kuliner. Tahun 2012 ia mendirikan kafe Teras Benji di jalan Sendok, Medan.
SelengkapnyaLulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Sakti Prima Iskandar (32) balik ke kampung halamannya di Medan. Benji, begitu ia disapa, mencoba hal baru, yakni berbisnis kuliner. Tahun 2012 ia mendirikan kafe Teras Benji di jalan Sendok, Medan.
"Jadi pada dasarnya saya ingin mengkolaborasikan antara seni dengan makanan. Terus ya uda muncul ide buat usaha kuliner tapi bernuansa seni," ucapnya.
Kafenya juga kerap dijadikan sebagai tempat untuk menggelar acara dan pameran seni. Ia sering terlibat dalam kegiatan seni di kota Medan. Tak jarang di kafe Teras Benji sering berkumpul para seniman.
Awalnya Dodo Prayogo (19) adalah seorang pekerja serabutan. Namun, ia kemudian mencoba membuat jam dinding bermotif logo klub sepakbola dengan menggunakan bahan dasar kayu.
SelengkapnyaAwalnya Dodo Prayogo (19) adalah seorang pekerja serabutan. Namun, ia kemudian mencoba membuat jam dinding bermotif logo klub sepakbola dengan menggunakan bahan dasar kayu.
"Ini termasuk kerajinan tangan, jadi butuh keterampilan dan kesabaran. Awalnya sulit, tapi karena penasaran saya belajar terus. Hasilnya pun bisa mendapatkan kepercayaan dari pemilik usaha ini," ucapnya. Pembeli dari hasil karya buatan tangan Dodo ini berasal kota Medan, Papua dan Malaysia.
Sebelum menjadi pedagang tapai, Kamaruddin Lubis (79) adalah seorang pekerja di kebun tembakau milik kolonial Belanda. Sudah 9 tahun kakek Lubis berjualan tapai. Ia mulai berjualan dari pukul 7 pagi hingga 6 sore, untung yang didapat pun tak banyak. Hanya Rp 30 ribu dalam satu hari. Meski begitu, ia tetap menjalaninya agar bisa menghidupi istri kakek Lubis.
SelengkapnyaSebelum menjadi pedagang tapai, Kamaruddin Lubis (79) adalah seorang pekerja di kebun tembakau milik kolonial Belanda. Sudah 9 tahun kakek Lubis berjualan tapai. Ia mulai berjualan dari pukul 7 pagi hingga 6 sore, untung yang didapat pun tak banyak. Hanya Rp 30 ribu dalam satu hari. Meski begitu, ia tetap menjalaninya agar bisa menghidupi istri kakek Lubis.
Selama berjualan ia harus berpindah-pindah. Pernah juga meja tempat ia berjualan dicuri orang. Kini, ia hanya mengandalkan pohon untuk melindunginya dari panas, dan berjualan dengan cara lesehan.
"Saya sering diusir waktu berjualan. Mereka bilang saya mengganggu keindahan jalan. Saya cuma ingin bertahan hidup makanya berjualan," ujar kakek Lubis pasrah.
David Barus (35) lebih memilih mendirikan usaha mandiri daripada bekerja dengan orang lain. Ia memilih usaha kolam pancing di jalan Karya Kasih, Medan Johor.
SelengkapnyaDavid Barus (35) lebih memilih mendirikan usaha mandiri daripada bekerja dengan orang lain. Ia memilih usaha kolam pancing di jalan Karya Kasih, Medan Johor.
David juga pernah merasakan kerugian di awal merintis usahanya. "Usaha ini lumayan menjanjikan. Namun, pernah dulu waktu kota Medan dilanda banjir besar, saya harus rugi dan ikan-ikan sebanyak 1 ton hilang hanyut dibawa banjir," ujar David.
Namun ia tak menyerah. Usahanya terus jalan. Kini kolam pancing milik David ini dipenuhi dengan berbagai jenis ikan dan menjadi tempat asyik bagi yang hobi memancing.
Seni lukis mural sedang berkembang di kota Medan. Tak heran jika banyak pelukis-pelukis yang mulai tertarik untuk terjun menggelutinya. Salah satunya Teguh Kharyanda (24) yang sudah menekuni seni lukis sejak 2010.
SelengkapnyaSeni lukis mural sedang berkembang di kota Medan. Tak heran jika banyak pelukis-pelukis yang mulai tertarik untuk terjun menggelutinya. Salah satunya Teguh Kharyanda (24) yang sudah menekuni seni lukis sejak 2010.
"Walau tak banyak, Alhamdulillah empat tahun belakangan ini hasil karya saya bisa menghasilkan uang," ucapnya. Selain melukis, kegiatan Teguh juga menjadi seorang desain grafis dan mahasiswa di Universitas Negeri Medan (Unimed).
Meski usianya tak lagi muda, tetapi Ilhan Masri (65) tetap menekuni pekerjaannya sebagai penata rambut. Sudah sejak 1975 ia terjun ke dunia salon.
SelengkapnyaMeski usianya tak lagi muda, tetapi Ilhan Masri (65) tetap menekuni pekerjaannya sebagai penata rambut. Sudah sejak 1975 ia terjun ke dunia salon.
"Bakat saya dari sejak kecil sudah kelihatan. Dulu, sering menata rambut adik. Jika ia mau sekolah saya yang menata rambutnya. Kemudian, dari hal itu saya mulai tertarik terjun ke dunia salon," ucapnya.
Usaha salon milik Masri menjadi dapur utamanya untuk bertahan hidup. Meski saat ini pelanggannya tak ramai seperti dulu, Masri tetap mensyukurinya.
Riko Pulungan (20) merantau ke Kota Medan demi mengubah nasib. Pemuda asal Padang Sidimpuan ini berdagang kue pancung di jalan K.H Wahid Hasyim, Medan.Riko tak mau mengeluh. Sebagian penghasilannya ia berikan ke orang tua Riko di kampung.
SelengkapnyaRiko Pulungan (20) merantau ke Kota Medan demi mengubah nasib. Pemuda asal Padang Sidimpuan ini berdagang kue pancung di jalan K.H Wahid Hasyim, Medan.Riko tak mau mengeluh. Sebagian penghasilannya ia berikan ke orang tua Riko di kampung.
"Orang tua semua ada di kampung, aku sendiri ke Medan. Susah hidup di kampung, mau cari pengalaman baru. Kan aku laki-laki jadi pengen bantu orang tua walau harus merantau," ungkapnya.
Meski pernah gagal dalam bisnis, semangat Bagus Heru Setiawan (22) untuk mendirikan usaha baru tetap menggelora. Pada tahun 2013 lalu, memilih membuka usaha Warung Rumah Seni Kopi. Usahanya bertema urban yang terletak di Jalan Sei Padang, Medan.
SelengkapnyaMeski pernah gagal dalam bisnis, semangat Bagus Heru Setiawan (22) untuk mendirikan usaha baru tetap menggelora. Pada tahun 2013 lalu, memilih membuka usaha Warung Rumah Seni Kopi. Usahanya bertema urban yang terletak di Jalan Sei Padang, Medan.
"Awalnya, tempat ini saya buka agar bisa jadi media buat berkumpulnya teman-teman kampus. Namun, setelah itu berkembang menjadi usaha yang berfokus pada kopi," ujarnya.
Alasan kuat Bagus memilih membuka usaha kafe ini karena ia ingin usaha mandiri. Dan ia bersyukur, usahanya bisa berhasil.
Minuman tradisional seperti air nira sudah sulit ditemukan di kota Medan. Namun, Anas Nasution (57) masih setia berjualan air nira yang berasal dari pohon aren itu sejak tahun 2001. Air nira yang dijual pak Anas berasal dari desa Baru, Batang Kuis, Sumatera Utara.
SelengkapnyaMinuman tradisional seperti air nira sudah sulit ditemukan di kota Medan. Namun, Anas Nasution (57) masih setia berjualan air nira yang berasal dari pohon aren itu sejak tahun 2001. Air nira yang dijual pak Anas berasal dari desa Baru, Batang Kuis, Sumatera Utara.
Setiap hari ia berjualan menggunakan motor, tak jauh dari bekas bandara Polonia. Dalam sehari pak Anas mampu menjual air nira hingga 50 botol, yang dihargai Rp 3 ribu/botol. Hasilnya cukup untuk membiayai keluarga pak Anas.
"Alhamdulillah, penjualan es nira ini masih banyak peminatnya. Lantaran air nira ini sudah jarang yang jual di Medan. Jadi, banyak yang cari dan saya tetap memilih bertahan berjualan es nira," ungkapnya.
Mesra Merrywati Gultom (41) membuat tas rajutan hasil karyanya sendiri untuk dipakai oleh keluarga. Namun ternyata banyak peminatnya. Lalu, ia mengembangkan rajutannya ke produk lain berupa dompet, sepatu, hingga tas bermotif ulos khas batak.
SelengkapnyaMesra Merrywati Gultom (41) membuat tas rajutan hasil karyanya sendiri untuk dipakai oleh keluarga. Namun ternyata banyak peminatnya. Lalu, ia mengembangkan rajutannya ke produk lain berupa dompet, sepatu, hingga tas bermotif ulos khas batak.
"Membuat karya-karya ini membutuhkan kesabaran, karena kerjaannya yang rumit. Dulu, sejak masih sekolah udah mahir saya, tapi baru sekarang bisa disalurkan dan menekuninya," ucap Merry.
Hasil karya rajutan Merry dibandrol mulai harga Rp 20 ribu hingga Rp 350 ribu. Tak main-main, tas rajutan hasil karya Merry telah dipasarkan ke sekitaran kota Medan hingga Papua.
Akhir tahun 2012, Zuhairlianza Iksan Harahap (24) memulai karir di dunia stand up comedy. Pada awalnya, Anza sempat bingung bagaimana cara membuat penonton tertarik. Namun, ia terus belajar dari senior.
SelengkapnyaAkhir tahun 2012, Zuhairlianza Iksan Harahap (24) memulai karir di dunia stand up comedy. Pada awalnya, Anza sempat bingung bagaimana cara membuat penonton tertarik. Namun, ia terus belajar dari senior.
"Pengalaman berkesan itu pertama kali bikin show. Respon penonton cukup baik dengan tiket terjual habis. Padahal itu show pertama kali stand up Medan, dan bareng komika-komika lain," ucapnya. Selain menjadi komika, Anza sehari-hari juga menjalani profesi sebagai penyiar radio di kota Medan.
Fauzul Hidayat (23) dikenal di kalangan dunia olahraga futsal di Sumatera Utara (Sumut). Ia adalah kapten tim futsal Sumut yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat, september lalu.
SelengkapnyaFauzul Hidayat (23) dikenal di kalangan dunia olahraga futsal di Sumatera Utara (Sumut). Ia adalah kapten tim futsal Sumut yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat, september lalu.
Fauzul adalah adik kandung dari Fadly Hariri mantan pemain sepakbola nasional. "Awalnya sih pengen ikutin jejak abang, tapi ya mungkin ini sudah jalannya lebih dikenal dengan futsal," ungkapnya.
Meski sibuk dengan karirnya sebagai pemain futsal, Fauzul masih sempat untuk fokus ke pendidikan. Fauzul baru saja mampu menyelesaikan kuliahnya serta mendapatkan gelar sarjana komunikasi bulan ini.
Tertarik dengan budaya lokal Batak membuat Ruli Siregar (23) terjun menjadi penari adat dan bergabung di sanggar MCDC Indonesia. Ruli biasa disapa, sudah memiliki kecintaan terhadap budaya lokal khususnya dunia tari sejak masih sekolah. Ruli menjadi penari boneka Sigale-gale yang merupakan budaya dari Batak Toba.
SelengkapnyaTertarik dengan budaya lokal Batak membuat Ruli Siregar (23) terjun menjadi penari adat dan bergabung di sanggar MCDC Indonesia. Ruli biasa disapa, sudah memiliki kecintaan terhadap budaya lokal khususnya dunia tari sejak masih sekolah. Ruli menjadi penari boneka Sigale-gale yang merupakan budaya dari Batak Toba.
"Panas, ditambah beratnya boneka menjadi tantangan sendiri bagi saya. Harus bisa jaga fisik agar tak melakukan kesalahan saat menari. Senang aja bisa memperkenalkan adat batak melalui seni tari," kata Ruli.
Ia dan temannya menjadi penari adat boneka Sigale-gale di sanggar tempat ia menimba ilmu dan kerap tampil di acara resmi. Tak hanya itu Ruli juga bisa membawakan tarian adat khas batak Toba.
Iwan Cungir (33) sering terlibat dalam aksi kemanusiaan terutama bencana alam. Iwan biasa ia disapa kerap terjun langsung ke lokasi yang terkena bencana. Baginya, menolong orang tidak harus dengan materi, namun juga bisa dengan aksi nyata membantu korban bencana.
SelengkapnyaIwan Cungir (33) sering terlibat dalam aksi kemanusiaan terutama bencana alam. Iwan biasa ia disapa kerap terjun langsung ke lokasi yang terkena bencana. Baginya, menolong orang tidak harus dengan materi, namun juga bisa dengan aksi nyata membantu korban bencana.
Iwan pernah menjadi relawan bencana alam seperti banjir bandang Sibolangit, erupsi gunung Sinabung, gunung Kelud hingga membantu psikologis anak-anak pasca Tsunami di Aceh.
Sudah terbiasa tampil di depan umum dengan menjadi polisi cilik (pocil) menjadikan Larasati Nasution (11) memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Ia masih kelas 6 SD, dan sangat senang menjadi pocil. Ia mendapat kesempatan mengisi acara Indonesia Youth Icon.
SelengkapnyaSudah terbiasa tampil di depan umum dengan menjadi polisi cilik (pocil) menjadikan Larasati Nasution (11) memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Ia masih kelas 6 SD, dan sangat senang menjadi pocil. Ia mendapat kesempatan mengisi acara Indonesia Youth Icon.
Larasati bergabung dengan pocil Polrestabes Medan. Bersama teman-temannya ia pernah menjadi juara 2 dalam Hut Korlantas sejajaran Polda Sumut pada tahun 2015 silam.
"Asik aja jadi pocil. Bisa mengetahui dalam hal baris-berbaris apalagi jika tampil di depan orang banyak jadi pasti bangga bagi diri sendiri," ujarnya.
Selama ini Safei Pylyy (57) lebih fokus dalam pembinaan pemain sepakbola usia muda. Ia pelatih asal Kabanjahe yang berpengalaman. Hampir 28 tahun ia menjadi seorang pelatih dan menukangi beberapa klub di beberapa daerah. Om Safei biasa ia disapa juga pernah melatih timnas sepakbola Indonesia U15.
SelengkapnyaSelama ini Safei Pylyy (57) lebih fokus dalam pembinaan pemain sepakbola usia muda. Ia pelatih asal Kabanjahe yang berpengalaman. Hampir 28 tahun ia menjadi seorang pelatih dan menukangi beberapa klub di beberapa daerah. Om Safei biasa ia disapa juga pernah melatih timnas sepakbola Indonesia U15.
Kini, ia lebih fokus dalam pembinaan pemain sepakbola usia muda di Sumatera Utara (Sumut). Ia juga banyak menghasilkan pemain-pemain top asal Sumut yang bermain di kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
"Jujur saya sebagai orang Medan sedih melihat kondisi PSMS saat ini. Saya tidak akan melamar untuk menjadi pelatih PSMS. Jika memang ada tawaran saya siap melatih PSMS," tutupnya.
Menciptakan sebuah karya dengan menggunakan alat dan bahan seadanya tak dilakoni Simon Simarmata (55). Sudah 30 tahun warga jalan Garuda, Perumnas Mandala, Medan ini menghasilkan karya berupa miniatur rumah adat. Ia juga mahir dalam membuat miniatur angkutan umum, kapal Danau Toba, pesawat, dan monumen ikonik yang ada di Indonesia.
SelengkapnyaMenciptakan sebuah karya dengan menggunakan alat dan bahan seadanya tak dilakoni Simon Simarmata (55). Sudah 30 tahun warga jalan Garuda, Perumnas Mandala, Medan ini menghasilkan karya berupa miniatur rumah adat. Ia juga mahir dalam membuat miniatur angkutan umum, kapal Danau Toba, pesawat, dan monumen ikonik yang ada di Indonesia.
Peminat hasil karya Simon dari berbagai kalangan anak-anak hingga orang dewasa. Tak cuma itu, hasil karya Simon juga pernah dibawa ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura hingga Jerman.
"Dulu orang tua ku gak ada jiwa seni, mungkin dari Opung ada. Apa yang aku pegang pasti bisa jadi hasil karya, dari situ aku mulai tertarik buat miniatur," ujarnya.
Punya niat ingin membantu banyak orang membuat Gladini Putra (23) memilih menjadi bagian dari petugas pemadam kebakaran (Damkar) di kota Medan. Ia bergabung sejak tahun 2011. Tanggung jawab besar dan nyawa adalah taruhannya.
SelengkapnyaPunya niat ingin membantu banyak orang membuat Gladini Putra (23) memilih menjadi bagian dari petugas pemadam kebakaran (Damkar) di kota Medan. Ia bergabung sejak tahun 2011. Tanggung jawab besar dan nyawa adalah taruhannya.
"Sebagai petugas Damkar pujian dan hujatan selalu kami dapat saat terjun ke lokasi kebakaran. Kami sering mengalami kejadian buruk, dari mendapat pukulan hingga lemparan batu yang dilakukan masyarakat," ungkapnya.
Meski sering mendapatkan kejadian yang tak layak, namun ia tetap menjalani profesinya ini dengan senang hati. Ada kebanggaan tersendiri saat ia dan teman-temannya mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Alasan itu yang membuatnya tetap senang menjadi bagian dari Damkar.
M Dai Lubis (27) sejak kecil sudah suka seni lukis. Dan sejak tahun 2014 ia membuka jasa lukis sketsa dan wajah. Pria lulusan jurusan seni rupa Universitas Negeri Medan (Unimed) kerap belajar dari seniman profesional di kota Medan.
SelengkapnyaM Dai Lubis (27) sejak kecil sudah suka seni lukis. Dan sejak tahun 2014 ia membuka jasa lukis sketsa dan wajah. Pria lulusan jurusan seni rupa Universitas Negeri Medan (Unimed) kerap belajar dari seniman profesional di kota Medan.
Dari usahanya itu, kini ia bisa menyelesaikan 7 lukisan dalam sehari. "Seni itu kan mahal karena membuatnya pake perasaan. Ya, Alhamdulillah hasil usaha ini bisa membantu mendongkrak ekonomi saya dan keluarga. Hasil karya saya juga sering tampil di pameran. Bangga aja hasil kita bisa di apresiasi," katanya.
Berawal dari hobi mengeksplorasi keindahan wisata di Sumatera Utara (Sumut) ternyata berbuah manis. Kini, Rh Supratmin (26) menjadi seorang pemandu wisata khusus destinasi yang ada di Sumut.
SelengkapnyaBerawal dari hobi mengeksplorasi keindahan wisata di Sumatera Utara (Sumut) ternyata berbuah manis. Kini, Rh Supratmin (26) menjadi seorang pemandu wisata khusus destinasi yang ada di Sumut.
Mimin panggilan akrabnya, menjadi pemandu wisata di Pulau Berhala, Pulau Pandang, dan Danau Toba. Tak hanya itu, Mimin juga menjadi pemandu wisata di Aceh seperti Sabang, dan Pulau Nasi.
"Gak mudah ya jadi pemandu wisata. Harus siap dengan komplain dari wisatawan, belum lagi cuaca buruk saat berkunjung ke sebuah pulau. Itu semua harus dihadapi. Intinya saya bersyukur selalu di beri perlindungan saat membawa puluhan wisatawan saat berkunjung ke sebuah objek wisata," ungkapnya.
Banyak yang mengatakan jika biaya berobat itu mahal. Sepertinya kata-kata itu tak berlaku bagi dokter yang satu ini. Sosok bersahaja tersebut adalah Prof. dr. Aznan Lelo Ph.D, Sp. FK, Ia tak mematok tarif kepada pasiennya dan dibayar secara ikhlas atau sukarela. Bahkan jika pasien tidak memiliki uang, ia tidak akan memintanya.
SelengkapnyaBanyak yang mengatakan jika biaya berobat itu mahal. Sepertinya kata-kata itu tak berlaku bagi dokter yang satu ini. Sosok bersahaja tersebut adalah Prof. dr. Aznan Lelo Ph.D, Sp. FK, Ia tak mematok tarif kepada pasiennya dan dibayar secara ikhlas atau sukarela. Bahkan jika pasien tidak memiliki uang, ia tidak akan memintanya.
Para pasiennya sering memanggil dokter Aznan Lelo dengan sebutan Buya. "Ada 3 profesi yang tidak boleh minta tarif. Jika ada yang ingin berguru atau menimba ilmu, meminta nasihat, dan datang orang sakit mau berobat tak boleh di minta tarif," ujar Buya.
Sejak tahun 1978 Ia sudah membuka praktik di rumahnya yang berada dijalan Puri, Kelurahan Kota Matsum, Kecamatan Medan Area. Buya biasanya membuka praktik di rumah mulai pukul 17.30 WIB hingga dini hari.
Banyak daerah yang minim fasilitas membaca. Lalu Yesi Chairani Tanjung (22) pun tergerak untuk mendirikan rumah baca. Tahun 2015 ia bersama temannya mendirikan Rumah Baca Cakrawala Apepebe di desa Perbaji, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Daerah itu merupakan wilayah zona merah di bawah kaki gunung Sinabung.
SelengkapnyaBanyak daerah yang minim fasilitas membaca. Lalu Yesi Chairani Tanjung (22) pun tergerak untuk mendirikan rumah baca. Tahun 2015 ia bersama temannya mendirikan Rumah Baca Cakrawala Apepebe di desa Perbaji, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Daerah itu merupakan wilayah zona merah di bawah kaki gunung Sinabung.
"Iya melihat kondisi anak-anak di sini yang terkena erupsi dari gunung Sinabung mereka kehilangan wadah untuk belajar. Bersama teman-teman dari Apebe lalu saya mendirikan rumah baca ini," katanya.
Awalnya, anak-anak enggan datang ke rumah baca karena lebih baik membantu orang tua mereka ke ladang. Namun setelah lama kampanye pentingnya belajar, akhirnya kini mereka sering ke rumah baca.
Pekerjaan yang dilakukan Basri (64) terbilang banyak membantu orang lain, tapi jarang mendapat apresiasi. Ia adalah seorang penggali kubur di tempat pemakaman umum (TPU) Bajak II Marindal, Medan. Sudah 16 tahun lamanya ia menjalani pekerjaan ini.
SelengkapnyaPekerjaan yang dilakukan Basri (64) terbilang banyak membantu orang lain, tapi jarang mendapat apresiasi. Ia adalah seorang penggali kubur di tempat pemakaman umum (TPU) Bajak II Marindal, Medan. Sudah 16 tahun lamanya ia menjalani pekerjaan ini.
Basri tak sendiri menggali kubur. Ia kadang dibantu anak dan menantu laki-lakinya. Selama menjadi penggali kubur, Basri kerap mengalami kejadian mistis namun itu dianggapnya sudah biasa. Rumahnya juga berada di area TPU tersebut.
"Kami kan termasuk juga pekerja sosial, jadi untuk pemerintah jangan lupakan para penggali kubur. Biasanya kami dapat uang santunan dari pemerintah, tapi sudah setahun lebih dana itu juga tak sampai ke kami ini. Udah gitu di sini uda over kapasitas makamnya. Perlu tempat yang baru lagi," pungkasnya.
Punya fisik berbeda tak membuat Subari (61) pasrah akan keadaan. Ia seorang tunadaksa namun tetap berusaha hidup mandiri. Ia berjualan balon. Kakek Subari harus rela kehilangan salah satu kakinya yang diamputasi pada 2010 lalu.
SelengkapnyaPunya fisik berbeda tak membuat Subari (61) pasrah akan keadaan. Ia seorang tunadaksa namun tetap berusaha hidup mandiri. Ia berjualan balon. Kakek Subari harus rela kehilangan salah satu kakinya yang diamputasi pada 2010 lalu.
Saat berjualan ia kadang berkeliling menggunakan alat bantu jalan. Anak-anak kakek Subari sempat melarangnya berjualan. Namun, ia ingin mandiri. "Bosan kalau di rumah terus gak ada kegiatan. Lebih baik jualan gini biar gak suntuk. Setiap hari saya jualan balon disini, kadang kalau mau pergi jualan diantar anak," ujarnya.
Menjaga kebersihan stadion Teladan, Medan merupakan tugas dari Mukhlis (35) setiap hari. Ia berasal dari Surabaya, sudah 4 tahun menetap di Medan. Bapak dari satu orang ini perpengalaman menjaga kualitas rumput stadion. Ia juga pernah di percaya dalam mengurus rumput lapangan beberapa stadion seperti di Padang, Pekanbaru hingga Manahan Solo.
SelengkapnyaMenjaga kebersihan stadion Teladan, Medan merupakan tugas dari Mukhlis (35) setiap hari. Ia berasal dari Surabaya, sudah 4 tahun menetap di Medan. Bapak dari satu orang ini perpengalaman menjaga kualitas rumput stadion. Ia juga pernah di percaya dalam mengurus rumput lapangan beberapa stadion seperti di Padang, Pekanbaru hingga Manahan Solo.
"Pekerjaan ini memang terlihat sepele, tapi tanggung jawabnya besar. Bukan apa-apa para petugas lapangan stadion harus bisa menjaga kualitas rumput agar terlihat hijau dan tidak kering," ungkapnya.
Mukhlis tak sendirian dalam mengurus rumput lapangan di stadion Teladan. Bersama rekannya, ia menikmati pekerjaan yang merupakan sumber penghasilan utama Mukhlis.
Lama menimba ilmu di sanggar Pulo Rakyat Asahan, Sumatera Utara menjadikan Arif Hamdani (20) memperoleh banyak pengetahuan tentang dunia seni tari. Berkat tari, ia bisa menyambangi beberapa negara Asia Tenggara. Ia kini menjadi pelatih tari.
SelengkapnyaLama menimba ilmu di sanggar Pulo Rakyat Asahan, Sumatera Utara menjadikan Arif Hamdani (20) memperoleh banyak pengetahuan tentang dunia seni tari. Berkat tari, ia bisa menyambangi beberapa negara Asia Tenggara. Ia kini menjadi pelatih tari.
"Tidak mudah menjadi pelatih tari. Apalagi saya laki-laki pasti ada aja yang nge-bully tapi itu gak buat putus asa dan jadikan sebagai motivasi. Keluarga juga mendukung apa yang saya lakukan, asalkan positif. Alhamdulillah dari menjadi pelatih tari saya bisa menghasilkan uang," ujarnya.
Mufdah Ritonga (17) sudah bulat untuk terjun ke dunia angkat besi. Sebagai atlet, sudah tak terhitung berapa kali harus kejatuhan besi hingga cedera saat latihan.
SelengkapnyaMufdah Ritonga (17) sudah bulat untuk terjun ke dunia angkat besi. Sebagai atlet, sudah tak terhitung berapa kali harus kejatuhan besi hingga cedera saat latihan.
"Awalnya saya ini atlet voli, tapi karena penasaran dengan orang-orang yang bisa angkat besi. Beban berat seperti itu tapi bisa diangkat, apalagi liat cewe bisa kayak gitu. Itulah kenapa saya memilih jadi atlet angkat besi," katanya.
Sudah 2 tahun ia menjadi atlet angkat besi kelas 53 kilogram. Kini, ia menjalani hari-harinya dengan berlatih rutin di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Sumatera Utara.
Sosok Abdul Rahman Harahap (56) cukup terkenal bagi para pedagang di pasar tradisional Sukaramai, Medan. Bukan tanpa sebab, ia telah berjualan janur dan daun ketupat sejak ia kecil. Wak Dul panggilan akrabnya, mencari nafkah dari pukul 7 pagi hingga 8 malam. Kini, usaha yang diwariskan oleh orang tuanya itu tak mau ia tinggalkan meski mulai sedikit pendapatan.
SelengkapnyaSosok Abdul Rahman Harahap (56) cukup terkenal bagi para pedagang di pasar tradisional Sukaramai, Medan. Bukan tanpa sebab, ia telah berjualan janur dan daun ketupat sejak ia kecil. Wak Dul panggilan akrabnya, mencari nafkah dari pukul 7 pagi hingga 8 malam. Kini, usaha yang diwariskan oleh orang tuanya itu tak mau ia tinggalkan meski mulai sedikit pendapatan.
"Dulu sebelum banyak yang jualan, pendapatan saya agak lumayan, tapi kini mulai sepi pembeli karena banyaknya pedagang seperti saya. Mau gimana lagi, namanya rejeki gak bakal tertukar jadi saya tetap bertahan jualan meski banyak saingan," ucap Wak Dul.
Ingin meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak nelayan, membuat Anggita Kasandra Lubis (21) bersemangat menjadi koordinator Perpustakaan Terapung (Perapung). Bersama teman-temannya, ia mengajar anak-anak yang masih berusia 6 hingga 12 tahun di daerah Kampung Nelayan Sebrang.
SelengkapnyaIngin meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak nelayan, membuat Anggita Kasandra Lubis (21) bersemangat menjadi koordinator Perpustakaan Terapung (Perapung). Bersama teman-temannya, ia mengajar anak-anak yang masih berusia 6 hingga 12 tahun di daerah Kampung Nelayan Sebrang.
"Awalnya prihatin liat mereka karena pendidikan yang didapat ala kadarnya. Dari situ saya terjun menjadi relawan di Perapung. Dan juga ingin menumbuhkan inspirasi bagi anak-anak nelayan," ujarnya.
Trabanasia Therah Sitorus (22) menjadi pelatih panah di klub Lunar Archery sejak delapan bulan lalu. Therah belajar memanah secara otodidak. Ia sempat dilarang orangtuanya saat hendak menggeluti dunia panahan.
SelengkapnyaTrabanasia Therah Sitorus (22) menjadi pelatih panah di klub Lunar Archery sejak delapan bulan lalu. Therah belajar memanah secara otodidak. Ia sempat dilarang orangtuanya saat hendak menggeluti dunia panahan.
"Awalnya saya sempat dilarang jadi pelatih panah, karena orang tua takut ganggu kuliah. Tapi saya tunjukkan ke orang tua kalau apa yang saya lakuin tak mengganggu apapun dengan berhasil lulus kuliah tepat waktu," terangnya.
Therah pun lulus Teknik Mesin di Universitas Sumatera Utara (USU) dan mengajar di kelas panah tiga kali dalam seminggu. Kesulitannya mengajari memanah adalah ketika anak didiknya sulit berkonsentrasi.